Jumat, 22 Januari 2010

IDE MUNCUL SAAT JADI ..

PENGANGGURAN

Sahmullah RivqiMeski tidak memiliki cukup dana maupun ilmu, Sahmullah Rivqi berani mendirikan sekolah bisnis yang diberi nama Green Leaf. Pengalaman yang didapat selama mengelola Green Leaf, dijadikan modal ketika membesut bisnis berikutnya antara lain Oase Entrepreneur Academy, Pilar Business Accelerator dan Azhari Islamic School. Wiyono

Berbisnis tanpa mengeluarkan uang sebagai modal awal? Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada Sahmullah Rivqi jawabannya adalah pasti bisa. Pria kelahiran 1974 itu bukan sekadar beromong kosong. Sejak tahun 2003 ayah dari lima orang anak ini, bersama teman-temannya telah mempraktekkan hal tersebut, yakni pada saat mendirikan sebuah sekolah bisnis.

Dalam kondisi sebagai pengangguran, ketika itu Sahmullah bukan hanya tidak ada modal uang. Ia pun merasa tidak cukup ilmu sebab kuliah S1 saja tidak tamat. Sedangkan keahlian dan pengalaman kerja juga belum layak dijual. Tetapi ia tetap berusaha menggali potensi dimiliki agar bisa memulai bisnis.

“Akhirnya saya justru menemukan satu keunggulan yang dimiliki pengangguran yaitu waktu luang. Saya bersama teman-teman lain yang waktu itu sedang menganggur punya waktu luang 24 jam. Jadi kenapa tidak digunakan untuk belajar bisnis sama pengusaha, dan menjalin networking dengan teman-teman lainnya. Sampai kemudian kita bentuk Green Leaf itu. Jadi bisnis pertama yang saya jalankan dengan teman-teman adalah bisnis sekolah bisnis. Kita belajar bisnis sama orang tetapi kita dapat uang, caranya adalah dengan mendirikan sekolah bisnis,” Sahmullah bertutur.

Walaupun saat ini aktifitas Green Leaf sudah ditiadakan akan tetapi proses pendiriannya tetap menarik diungkapkan. Singkat kata, saat itu enam orang sepakat untuk menimba ilmu cara melakukan bisnis langsung kepada para ahlinya. Pertama-tama mereka mendatangi DR. Tyas Utomo Soekarsono, ketua Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI), dan Ferrasta ‘Pepeng’ Soebardi, pemilik Jari-Jari Communications, serta pengusaha-pengusaha yang lain meminta kesediaan mereka mengajar. Lalu mereka undang para remaja masjid di wilayah Jakarta Selatan mengikuti kegiatan mereka.

Program percobaan itu tidak berjalan mulus. Mereka yang diundang kurang antusias memberikan animo. Dari seluruh Jakarta Selatan tidak lebih dari dua puluh orang yang mau mengikuti kegiatan. Apalagi dari segi bisnis, acara yang diselenggarakan dengan biaya cuma Rp5.000 itu defisit pemasukan. Akhirnya Sahmullah berubah strategi. Selain membuat persiapan matang, kegiatannya juga menyesuaikan jam kerja kantor. Agar tidak terkesan ‘kumuh’, acara tidak hanya dilaksanakan di dalam masjid melainkan mulai diadakan di hotel serta berpromosi melalui media massa dan brosur.

Kendala modal dapat diatasi karena mereka mendapatkan fasilitas dari Hotel Sofyan secara cuma-cuma serta iklan setengah halaman gratis di majalah Tarbawi dan Modal. Sedangkan di beberapa media lain, meskipun tidak gratis tetapi memperoleh diskon besar dengan pembayaran di belakang hari. Hasilnya, sebulan kemudian sudah menerima pendaftar sebanyak 65 orang dengan biaya Rp750 ribu per peserta.

Sahmullah RivqiSetelah berjalan beberapa tahun Green Leaf akhirnya dibubarkan, dan masing-masing pengelolanya menjalankan bisnis mereka masing-masing. Mengaku kadung menikmati aktifitas yang merupakan gabungan antara hobi, sosial, dan bisnis, akhirnya Sahmullah melanjutkan usaha dengan mendirikan Oase Entrepreneur Academy pada awal 2008. Pertengahan tahun yang sama ia juga membentuk Pilar Business Accelerator bersama-sama dengan Sony dan Lyra Puspawingrum. Sedangkan untuk bisnis pendidikan formal Sahmullah telah memiliki Azhari Islamic School, sekolah Islam bagi kalangan menengah ke atas yang lisensinya berasal dari Al Azhar Kairo, Mesir. Selain itu masih ada pula beberapa bisnisnya yang lain, di antaranya konveksi, jasa pencucian motor, serta bisnis makanan kebab.

“Semua bisnis tadi, di awal saya tidak harus keluar uang,” Sahmullah meyakinkan. Ia membenarkan, ibarat darah bagi tubuh maka setiap bisnis membutuhkan uang. Tetapi untuk memulai bisnis seseorang tidak disyaratkan harus memegang uang tunai sebelumnya. Sebaliknya uang dapat diperoleh dengan konsep yang ia namakan 3J dan 2H, yakni Jual diri (keahlian), Jual barang mewah yang dimiliki, Join dengan pemilik modal, Hutang, memanfaatkan dana Hibah.

“Hutang itu juga tidak selalu identik dengan pinjaman uang. Tetapi bisa dalam bentuk pembayaran di muka, misalnya. Lalu H yang terakhir yaitu Hibah, bisa dengan mencari bantuan dana dari pemerintah, lembaga sosial, lembaga zakat, dan sebagainya. Sebaiknya cara itu hanya ditempuh setelah yang lain tidak dapat dilakukan,” paparnya. Menurutnya, usaha yang dapat dijalankan tanpa harus menggenggam modal berujud uang tunai juga tidak terbatas pada bisnis tertentu saja. Bahkan banyak proyek-proyek besar bernilai triliunan bisa dijalankan tanpa modal uang.

Pria berjenggot yang banyak diminta menjadi pembicara di berbagai seminar entrepreneurship itu pada awalnya juga kerap memakai istilah bisnis modal dengkul. Tetapi belakangan istilah tersebut telah diperhalus bahasanya menjadi bisnis pakai otak. Jadi bukan bisnis modal dengkul tetapi bisnis modal otak. Karena menurutnya dari pemikiran itulah sebenarnya seseorang bisa berkreatif. Berangkat dari knowledge seseorang bisa menciptakan ide atau gagasan untuk menghasilkan uang melalui action. Bisa saja orang itu yang punya ide, lalu orang lain yang action, akhirnya jadilah kerja sama bisnis.

“Tetapi semakin kemari saya punya konsep baru lagi, modal bisnis yang paling utama adalah keimanan. Kedekatan kita kepada Allah itu yang paling penting. Sehebat apapun otak kita, sekuat apapun fisik kita, dan sebanyak apapun jaringan kita, kalau tidak dekat dengan Allah, walaupun sukses sebentar lagi pasti bakal hancur. Sekarang, ini yang ingin kita dorong, selama punya iman pasti bisa jadi orang sukses,” imbuhnya.

Jika ketiadaan uang bukan masalah utama, menurutnya 90% faktor penghambat seseorang yang hendak berbisnis adalah rasa takut menghadapi resiko gagal atau bangkrut.

“Ini sering saya katakan, pada hakekatnya itu karena takut kehilangan uang. Kalau takut kehilangan uang, maka sebetulnya orang itu takut tidak makan. Jika takut tidak makan maka sama artinya tidak percaya pada Allah. Jadi orang yang takut bisnis, kalau ujung-ujungnya takut tidak makan berarti ia tidak beriman. Karena 9 dari 10 pintu rejeki adalah usaha, dan nabi adalah seorang pengusaha,” tegasnya. Bagaimana, masih takut buat memulai usaha?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar