Kamis, 22 Desember 2011

“Seandainya Saya Tahu Beli Indonesia Dari Dulu ...”

Semarang, 12/06/2011. Birokrat senior itu beranjak dari kursinya maju ke depan meraih mic yang diberikan panitia. Dia merupakan salah satu dari sejumlah tokoh dan pengusaha senior Jawa Tengah yang hadir pada acara ramah-tamah di hotel Semesta Semarang, malam itu. Dia akan memberi tanggapan terhadap presentasi Beli Indonesia yang baru saja disampaikan oleh Presiden IIBF, Ir.H.Heppy Trenggono, MKom. Dalam pengantarnya dia menceritakan tentang perjalanan kariernya mulai dari seorang akademisi, wakil gubernur bahkan sempat menjadi penjabat Gubernur Jawa Tengah ketika Mardiyanto, Gubernur Jawa Tengah ketika itu ditarik ke pusat sebagai Mendagri. “Saya ini selama 2 tahun adalah pengajar kepemimpinan untuk jajaran eselon dua di seuruh Indonesia. Materinya tentang Good government dalam menyambut ACFTA, ya semacam persiapan atau prakondisi birokrasi Indonesia untuk menghadapi pasar bebas,” kata Ali Mufidz, Birokrat senior itu. Menurutnya, setelah mendengar penjelasan tentang Beli Indonesia tadi ada rasa sesal dalam dirinya karena dulu mengira pasar bebas itu banyak keuntungannya untuk Indonesia. Namun ternyata sebaliknya, lebih banyak mudhorat daripada manfaatnya.

Saat itu, kata mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah ini, tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan, dan semua orang mengira itulah yang harus terjadi dan baik untuk kita lakukan. “Seandainya saya tahu Beli Indonesia ini dari dulu, maka pasti saya tidak akan mengajarkan seperti apa-apa yang ajarkan dulu,” kata Ali Mufidz dengan nada sesal. Ali menilai bahwa Beli Indonesia sebagai social movement atau gerakan kerakyatan untuk mengembalikan jati diri kita sebagai bangsa. Maka, katanya, gerakan ini harus kita dukung sebab percuma saja pemerintah membangun ekonomi tetapi produk kita tidak ada yang terjual. Produk tidak laku maka pabrik akan mati. Pabrik mati, lapangan pekerjaan semakin sempit, sementara setiap tahun perguruan tinggi mengeluarkan ratusan ribu sarjana-sarjana baru yang perlu tempat untuk mereka bekerja. Karena lapar itu tidak bisa menunggu. Jika tidak tersedia lapanga kerja akan memicu keresahan social. “Maka daripada kita ribut-ribut menyampaikan ke pusat lebih baik kita dorong gerakan ini menjadi gerakan besar untuk membuat perubahan di dalam diri bangsa ini,” kata Ali bersemangat.

Dalam keadaan semua orang bingung harus berbuat apa untuk bisa keluar dari masalah yang ada di Indonesia saat ini, Ali menyebut sekarang sebagai moment yang tepat untuk mendorong gerakan Beli Indonesia. “Wis wayahe,” katanya dalam bahasa Jawa. “Pak Heppy, karena njenengan sudah memulainya maka bapaklah yang harus di depan untuk membawa gerakan ini, “ kata Ali sambil menoleh ke arah Heppy Trenggono yang menjawab dengan anggukan kecil. Ali kemudian meminta kepada semua tokoh dan pengusaha yang hadir dalam ruangan itu untuk ikut dan mendukung gerakan Beli Indonesia ini. Dengan yakin Ali mengatakan bahwa Beli Indonesia adalah sebuah jawaban atas keresahan yang dirasakan oleh semua lapisan msayrakat hari ini. Orang tahu masalahnya tetapi tidak tahu harus berbuat apa, bagaimana dan darimana memulainya. Baginya Ali, mendukung gerakan ini sebagai penebusan terhadap apa yang dia lakukan dimasa lampau.

Selain Ali Mufidz yang berkesempatan memberi respon terhadap presentasi Beli Indonesia adalah dua orang pengusaha senior kota Semarang, Joko Wahyudi dan Hasan Thoha. Dalam tanggapannya Joko Wahyudi menggarisbawahi tentang beberapa data yang disampaikan dalam presentasi itu. “Saya ini seorang pengusaha yang juga bermain di farmasi tapi kalah dengan produk-produk dari luar negeri. 100% apa yang disampaikan Pak Heppy tadi benar adanya. 92% pasar farmasi itu dikuasai asing. Maka tidak ada cara lain untuk merebut kembali pasar kita kecuali dengan mendukung gerakan ini,” kata pengusaha berambut putih ini. Ketua Apindo Jawa Tengah ini juga meminta agar gerakan ini terus dikampanyekan kepada seluruh rakyat Indonesia karena saat ini masyarakat kita terlena dengan apa yang ada di depan mata yang biasa mereka lihat di media atau di papan reklame, tanpa ada yang memberi tahu apa yang seharusnya mereka lakukan untuk diri dan bangsanya. “Pak Heppy, saya mendukung penuh gerakan ini dan saya siap untuk di belakang anda,” kata Joko sambil mengepalkan tangannya.

Sementara Hasan Thoha Putra mengingatkan semua pihak agar terus menjaga gerakan ini dengan niat bersih dan ikhlas. Karena menurutnya, banyak gerakan yang muncul hanya sesaat dan kemudian hilang karena tidak ada keihklasan didalamnya. “Saya pribadi akan menjaga Pak Heppy dan timnya dengan cara selalu mengkritik jika ada penyimpangan. Saya tidak ingin melemahkan beliau dengan pujian-pujian karena banyak orang akan semakin kuat dengan kritik tetapi hanya sedikit yang bisa bertahan dengan pujian,” kata Hasan dengan serius. Hasan juga meminta agar gerakan ini dijalankan dengan istiqomah.

Pertemuan para tokoh dan Pengusaha Semarang ini digagas oleh Pengurus IIBF Wilayah Jawa Tengah sebagai bagian dari rangkaian Pra Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia di Solo 22-26 Juni 2011. Selain pengusaha dan birokrat, hadir beberapa pejabat perbankan di Semarang. Acara berkakhir pukul 22.30 wib dengan satu komitmen untuk mendukung Gerakan Beli Indonesia. (AA)

Ekonomi Indonesia Bergerak Ke Arah Kapitalisme - Liberal

Solo, 23/06/2011. Dalam sistem kapitalisme negara tidak campur tangan dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sementara dalam sistem liberal salah satu indikatornya adalah banyaknya asset-aset strategis negara yang dijual bebas kepada pihak asing. “Kedua ciri-ciri ideologi itu ada dalam sistem ekonomi Indonesia saat ini,” ungkap DR. IR. H. Dwi Condro Triono, MAg, Ahli Ekonomi Makro dari lajnah khusus intelektual HTI. Dwi mengungkapkan hal itu di depan peserta talkshow di arena Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia, (KKEI) Solo, Jateng. Negara saat ini membiarkan masyarakat bertarung bebas dengan pelaku ekonomi dari negara lain tanpa memberikan proteksi. Bahkan ada kesan memihak kepada para pemain asing melalui beberapa keputusan menteri . “Pasar bebas yang diterapkan hari ini ibarat pertandingan tinju tanpa kelas. Seorang petinju kelas bulu dimasukkan dalam satu ring dengan petinju kelas berat tanpa wasit lagi, “ Dwi mengilustrasikan. Maka Dwi mengaku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengah nasib bangsa ini di tahun 2015 ketika pasar bebas regional Asia sudah berlaku. Dan semakin tidak terbayangkan seperti apa Indonesia di tahun 2020 ketika pasar bebas dunia sudah berjalan efektif.

Dalam ekonomi, menurut Dwi ada hukum yang berlaku yakni barang itu akan dibeli oleh konsumen jika barang itu memiliki kulaitas yang bagus dan harganya rendah. Namun di Indonesia yang terjadi sebaliknya, banyak barang-barang dari luar yang kualitasnya buruk, mengandung racun berhaya dan harganya tinggi tetapi sangat laku dibeli konsumen. “Ini ada yang tidak beres dalam ekonomi makro Indonesia saat ini,” jelas Dwi. Kebijakan-kebijakan ekonomi makro Indonesia hari ini tidak memiliki arah yang jelas dan sangat kentara adanya intervensi pihak asing. Intervensi dan tidak adanya prinsip yang jelas itulah yang membuat Indonesia hari ini dalam keadaan terjajah kehidupannya karena pasarnya sudah tercaplok asing. Perilaku pasar dalam negeri sangat berkait erat dengan kebijakan makro negara itu. Dan yang paling berperan dalam membuat kebijakan makro ekonomi adalah pemerintah sebagai regulator yang mengatur tentang keluar masuk barang dari dank e luar negeri. Maka ketika ada penyimpangan dalam perilaku konsumen Indonesia yang berlawanan dengan hukum ekonomi itu adalah indikasi bahwa ada yang tidak beres dalam pemerintah kita hari ini dalam mengelola ekonomi.

Presiden IIBF, Heppy Treggono yang menjadi pembicara dalam forum yang sama menegaskan bahwa ketidakberesan dalam makro ekonomi Indonesia saat ini karena kita tidak piawai secara ekonomi. Padahal menurut Heppy permainan kehdiupan itu adalah permainan ekonomi . Apapun isu yang dikeluarkan oleh negara-negara kuat termasuk aksi militernya terhadap negara lain adalah untuk mendukung kebijakan ekonominya. “Globalisasi ekonomi, demokrasi, hak azazi manusia itu bukan isu murni tanpa agenda ekonomi di belakanyanya. Karena faktanya negara yang paling keras suaranya menyuarakan isu-isu itu adalah yang paling banyak melanggar,” ungkap Heppy. Mengapa Indonesia tidak piawai dalam permainan ekonomi? Karena di Indonesia terjadi kekurangan mindset kewirausahaan (entrepreneurship) di semua lini. Entrepereneurship itu, lanjut Heppy tidak hanya dibutuhkan oleh pengusaha saja tetapi oleh semua orang terlebih-lebih para pemimpin. Maka ketika negara tidak dikelola secara entrepreneur maka negara itu akan mengalami masalah terutama ekonominya. “Bagaimana bisa terjadi bahan-bahan baku yang berasal dari Indonesia yang dijual dengan harga murah dan masuk kembali ke Indonesia menjadi barang jadi dengan harga yang berpuluh-puluh kali lipat,” kata Heppy . Bahkan menurutnya, banyak barang yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia kemudian hanya diberi merek oleh negara lain dijual di pasar Indonesia dengan harga yang berlipat- lipat. Itu bisa terjadi di Indonesia karena kita tidak piawai dalam permainan ekonomi dan hanya menjadi obyek dan sasaran permainan orang lain. Heppy mengkhawatirkan jika hal ini terus dibiarkan akan terjadai masalah sosial yang serius sebagai akibat lanjut dari masalah ekonomi .

Di bagian lain, Dwi Cahyo mengungkapkan, bahwa hari ini ada kesadaran global akan adanya ketidakadilan ekonomi dunia. Amerika sebagai satu-satunya negara yang boleh mencetak uang dan menjualnya ke seluruh dunia. “Uang dollar itu kan kertas yang ongkos cetaknya haya $ 4 sen per lembarnya. Dan dengan kertas itu dia bisa menguasai kekayaan negara lain. Dengan kertas itu dia bisa mengambil sebanyak-banyaknya kekayaan negara lain. Barang-barang tambang milik Indonesia hanya ditukar dengan kertas,” kata Dwi. Dalam pertemuan G20 di Francis Mei 2011 mulai ada penjajakan sistem ekonomi yang tahan goncangan karena sistem yang mereka anut selama ini ternyata selalu mengalami krisis dalam periodik tertentu. Mulai ada ketidakpercayaan terhadap sistem kapitalis dan liberalisme ekonomi. Maka Dwi mengatakan sangat heran kepada Indonesia yang justru menggiring ekonominya ke dalam sistem yang di negara asalnya sendiri sudah tidak dipercaya. (AA)

Pedagang Kecil Itu Juga Investor

Solo, 24/06/2011. Ada kesalahan pemahaman umum yang terjadi di Indonesia saat ini terhadap pengertian investor. Investor itu selalu identik dengan asing. Kesalahan ini kemudian menjadi kesalahan lanjutan tentang investasi di Indonesia. Wilayah-wilayah yang seharusnya tidak boleh diberikan kepada asing justru hari ini telah dikuasai asing. “Tambang itu tidak boleh dimasuki asing, bank-bank tidak boleh asing. Tetapi hari ini 76% tambang di Indonesia sudah asing, 50,2% bank-bank nasional sudah dikuasai asing,” kata Joko Widodo, Walikota Solo di forum Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI), Solo, Jum’at petang.

Cara pandang seperti ini juga yang memunculkan sikap memusuhi pedagang kecil dan pedagang kaki lima karena dianggap mengganggu ketertiban dan keindahan kota. Penggusuran pedagang kecil sering dilakukan di berbagai kota di Indonesia dan sudah menjadi hal biasa. “Tetapi sejak 6 tahun terakhir hal semacam itu tidak akan pernah terjadi di Solo,” ungkap Joko. Pedagang kecil dan pedagang kaki lima itu menurut Joko juga adalah investor yang harus diperlakukan sama dengan pelaku ekonomi besar. Maka ketika menjadi walikota Joko Wi langsung menolak permintaan Kepala Satpol PP untuk disediakan 600 pentungan dan 600 tameng. “Besok tameng dan pentungan yang masih ada masukkan ke dalam gudang dan kunci. Jangan pernah mengeluarkannya selama saya menjadi walikota,” katanya kepada Kepala Satpol PP itu.

Joko menceritakan, 6 tahun menjadi walikota dia sudah membangun 15 pasar dan memindahkan 23 lokasi pedagang kaki lima. Dia tetap berprinsip bahwa pedagang kaki lima itu adalah pelaku ekonomi yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekeonomian daerah. Masalahnya, keberadaan mereka sering tidak diakui dan tidak diatur. Joko mengaku memang tidak menata pedagang kaki lima di kota Solo karena seringnya terjadi konflik antara pedagang dengan pemerintah kota. Ketika pertama kali menjadi walikota dan melihat kawasan kaki lima di Banjarsari, Joko sudah disambut dengan spanduk-spanduk yang bernada perlawanan. Joko kemudian mengundang 40 paguyuban pedagang kaki lima di Banjarsari untuk makan malam bersama. Suasana tegang masih sangat terasa karena para pedagang sudah ancang-ancang menyiapkan pertanyaan dan jawaban jika terjadi dialog. “Tapi setelah selesai makan saya tidak tanya apa-apa dan acara ditutup. Mereka bertanya kok enggak ada apa-apanya ini pak?” kisah Joko Wi. “Tidak, saya hanya mengundang makan saja,” kata Joko mengenang. Seminggu setelah itu diundang lagi makan siang ke kantor walikota dan mereka diperlakukan sama seperti para pengusaha besar. Tidak ada dialog, dan acara kembali ditutup begitu setelah makan selesai.

Setelah 53 kali diundang makan, para pedagang dikumpul semua. “Saya ingin memindahkan lokasi Banjarsari ke lokasi yang lebih baik,” kata Joko Wi. Para pedagnag itu diam dan tidak memberi reaksi apa-apa. Joko sebenarnya hanya ingin mengetahui apa yang mereka rasakan, mereka takutkan dan apa yang mereka inginkan. Pedagang minta jalan diperlebar dan 9 trayek angkutan kota harus melalui kawasan yang baru. “Mereka itu khawatir jika tidak ada pembeli dan dagangannya sepi,” ungkap Joko. Maka kepada para pedagang, Joko mengatakan akan mengiklankan di TV lokal selama 4 bulan, iklan koran selama 4 bulan dan pemasangan spanduk dan baliho selama 4 bulan. Akhirnya pedagang menerima dan bersedia pindah dengan merobohkan sendiri tenda dan lapak-lapaknya. “Saat pindah mereka diarak dengan kereta kuda dan dibuat seperti arak-arakan festival. Saya kira tidak ada pemindahan kaki lima seperti di Solo ini,” kata Joko bangga. Pedagang yang menempati kios-kios itu diberikan secara gratis dan hanya dikenakan membayar restribusi Rp. 2.500 per hari.

Mengapa pedagang kaki lima itu selalu mengambil tempat public? Menurut Joko, selama ini mereka tidak pernah diberi tempat yang layak untuk berdagang. Dan selama ini para pedagang tidak pernah ditunjukkan apa yang benar. Di tangan seorang Joko Wi, pedagang kaki lima tidak hanya ditempatkan di tempat yang layak tetapi juga diberikan pelatihan kewirausahaan, bagaimana mengelola keuangan, menyusun laporan, dan mengelola usahanya. Joko membatasi berdirinya mal-mal dan super market di kota Solo. “Jika pasar-pasar tradisional dibunuh dan diganti dengan mal-mal besar millik para pemodal besar, lantas pembangunan ini untuk siapa?” kata Joko dengan nada tanya.

Pasar dan terminal yang sering dianggap sebagai tempat yang kumuh dan rawan dengan premanisme, di tangan seorang Joko Wi menjadi lebih ramah dan bersahabat. Untuk tujuan itu, Joko Wi kemudian mengganti Kepala Satpol PP dan kepala terminal kota Solo dengan petugas perempuan. Joko mengatakan tidak ingin membuat Solo seperti Jakarta. Jakarta yang pernah memiliki 84 pasar tradisional hari ini tinggal 23 unit saja. Yang lainnya sudah berubah menjadi mal-mal, tempat yang membuat warga hidup sangat konsumtif dan juga tidak ramah dengan para pengusah kecil dan menengah. (AA)

Kunci Kemandirian Itu Adalah Karakter

Solo, 24/06/2011. Mandiri itu akan membuat hidup lebih tenang dan bahagia tanpa merasa ketergantungan dengan orang lain. Ini berlaku buat orang per orang. lembaga, organisasi maupun negara. Dan kunci kemandirian itu adalah sumber daya manusia yang memiliki karakter unggul. Sebuah negara tidak akan pernah menjadi negara mandiri jika manusia-manusia di dalamnya berkarakter buruk. “ Maka jika Indonesia ingin menjadi negara yang mandiri dan berprestasi yang harus dibangun pertama kali adalah sumber daya manusia yang berkarakter unggul,” kata KH. Syukri Zarksyi, Pimpinan Pondok Modern Gontor, di depan peserta talkshow di arena Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI), Solo, Jawa Tengah, Jum’at siang. KH. Syukri mengatakan, Indonesia hari ini berada di peringkat 112 negara-negara dunia karena memiliki SDM yang berkualitas rendah.

Bagaimana cara membangun SDM yang berkarakter itu? KH. Syukri mengatakan dengan cara melalui pendidikan. Di dalam pendidikan mengandung beberapa aspek , yakni; pengajaran atau pembelajaran, penugasan, pengarahan, pembiasaan, pelatihan dan uswatun hasanan atau keteladanan. Salah satu kesulitan terbesar kita membangun karakter bangsa sat ini, kata KH. Syukri. Adalah sedikitnya keteladanan dari para pemimpin. “Bagaimana dan apa yang akan dicontoh oleh anak-anak kita jika setiap hari yang ditampilkan di televisi adalah berita buruk semua,” ungkap KH. Syukri. Korupsi seolah-olah hal biasa yang hampir menjadi cara hidup sebagian pejabat. Televisi , menurut KH Syukri, hanya menyampaikan sesuatu yang orang ingin tahu tetapi tidak menyampaikan apa yang orang harus tahu. Dan hal ini akan menjadi hal yang kontraproduktif dengan semangat membangun karakter. “Bagaimana bisa kita membangun karakter jika para pemimpin sudah dicaci dan dicemooh di depan publik. Simbol-simbol negara sudah diejek-ejek, enggak bisa itu,” KH. Syukri menyesalkan.

Mendidik orang menurut KH Syukri, perlu kelenturan tetapi juga tegas dan disiplin. Disiplin harus ditegakkan dalam proses pendidikan. Tanpa pendidikan yang baik akan sulit melahirkan sumber daya manusia berkualitas. SDM yang berkarakter itu adalah mereka yang jujur, amanah, sabar, sungguh-sungguh, profesional dan kerja keras. Kerja keras, ungkap KH. Syukri memang belum tentu berhasil, tetapi ada hal lain yang berubah dalam diri seorang yang bekerja keras, yakni kemampuan diri yang meningkat, ilmu yang bertambah, kesabaran yang terasah, kekuatan berfikir dan lain-lain.

Bagaimana kekuatan sebuah kemandirian? KH. Syukri memberi contoh pesanteren Gontor yang dipimpinnya saat ini. Santri yang belajar di Gontor ada 4.700 santri yang sedang belajar. Para santri tidak boleh jajan atau belanja ke luar pondok. Untuk jajan santri pihak pondok bekerja sama dengan warga sekitar. Dari jajan ini pondok mendapat keuntungan 30 jt/ bulan. Untuk kebutuhan beras pondok membangun penggilingan sendiri karena pondok membutuhkan 6 ton beras per hari. Pondok juga membangun toko bangunan yang dapat meraih laba sebesar Rp. 500 juta per tahun. Percetakan memperoleh 1 miliar per tahun. “Hari ini ada 18.000 santri yang mondok di Gontor di 16 cabang Gontor di seluruh Indonesia. Semua kebutuhan dipenuhi sendiri. Gontor itu disebut modern bukan karena pelajarannya tetapi pengelolaannya yang fokus pada pembangunan karakter para santri, “ ungkap KH. Syukri.

“Ada yang bilang, kalau sudah begitu enak dong kiyainya tinggal ambil saja kalau perlu uang. Tidak, saya tidak pernah mengambil uang dari hasil pondok. Prinsipnya kemandirian, kyai punya usaha sendiri di luar usaha yang dimiliki pondok. Saya ini khan ngurus pondok, ngurus agamanya Allah maka urusan saya Allah yang akan mengurusinya,” kata KH. Syukri disambut tepuk tangan para hadirin. KH. Syukri menjelaskan bahwa apa yang diajarkan kepada para santri adalah kemandirian. Mandiri yang bisa membangun kemadirian, Berjuang yang bisa memperjuangakan, Hidup yang bisa menghhidupi.

Usai memberikan ceramahnya, KH Syukri bersama Presiden IIBF, Heppy Trenggono berkeliling ke semua stand ekspo di sekitar arena kongres. “Kapan kita adakan acara seperti ini di Gontor , Pak Heppy?” tanyanya. “Segera Kyai, setelah lebaran insya Allah kita akan wujudkan di Gontor,” jawab Heppy. Kepada Heppy Trenggono KH. Syukri minta berbicara di depan para santri dan Asatiz pondok Gontor untuk menjelaskan tentang Gerakan Beli Indonesia. Setelah berisitirahat sejenak KH Syukri dan rombongan berlalu menuju ke LP Surakarta untuk memberi khutbah Jum’at untuk para narapida di lembaga pemasyarakatan itu. Usai sholat rombongan balik kembali ke Gontor , Ponorogo, Jawa Timur. (AA)

3 Atribut Seorang Pemimpin

Cipanas 13/07/2011. Memimpin itu adalah fardlu ‘ain, karena semua orang dilahirkan sebagai seorang pemimpin. Dalam bentuk yang paling kecil sesorang harus memimpin diri sendiri. Memimpin tidak sama dengan menjabat. Karena ternyata banyak orang yang menjabat tetapi tidak memimpin. Sebaliknya tidak sedikit orang yang tidak memiliki jabatan apa-apa tetapi dia memimpin banyak orang. Mengapa? karena orang tersebut memiliki karakter sebagai seorang pemimpin. “Seorang kyai atau ulama tidak memiliki jabatan formal apa-apa tetapi dia memimpin banyak orang di sekelilingnya, “kata Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono di depan 67 orang ulama dan ustadz. Ulama dan ustadz itu adalah peserta Workshop Kebangsaan yang diselenggarakan oleh majelis zikir “Assamawat” di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, yang berlangsung tanggal 12 - 13 Juli.
Menurut Heppy, ada tiga atribut yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin jika ingin kepemimpinannya dapat berjalan efektif dan benar. Pertama Leadership, yakni karakter seorang pemimpin. Atribut ini akan membuat seorang pemimpin di dengar ucapannya, diikuti perintahnya dan ditiru oleh orang-orang yang dipimpinnya. “Seorang pemimpin itu harus bisa menjadi contoh untuk orang yang dipimpinnya. Karena itu menjadi pemimpin itu bukan pekerjaan paroh waktu tetapi sepanjang waktu,” kata Heppy. Seorang pemimpin sering tidak diikuti perintahnya karena perbuatannya tidak mencerminkan apa yang dikatakannya. Orang lain, kata Heppy, bisa mendengar ucapannya tetapi dalam waktu yang sama melihat apa yang diperbuatnya. Tanpa leadership seorang pemimpin tidak akan bisa menggerakkan orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan tidak akan berjalan tanpa ada ketaatan. Pemimpin yang ditaati adalah pemimpin yang diikuti dengan keridhoan oleh orang yang dipimpinnya. Dan tugas utama seorang pemimpin itu adalah membentuk karakter orang yang dipimpinnya.

Kedua, Entreprenurship atau jiwa wirausaha. Atribut ini berguna untuk membangun kesejahteraan. Entrepreneurship bukanlah atribut yang hanya dimiliki oleh para pengusaha tetapi oleh semua orang terlebih-lebih seorang pemimpin. Tanpa entrepreneurship seseorang tidak bisa mengelola kekayaannya. Negara-negara hebat di dunia saat ini adalah negara-negara yang dibangun dan dipimpin oleh seorang yang memiliki jiwa entrepreneurship. “China tidak akan bisa menjadi seperti hari ini jika Deng Xiao Phing tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Singapura juga tidak akan seperti sekarang jika Lee Kwan Yew tidak memiliki mindset entrepreneurship,” jelas Heppy. Heppy menambahkan permainan dunia ini sesungguhya adalah permainan ekonomi. Sedangkan yang lain-lain seperti politik dan militer adalah permainan yang digunakan untuk menunjang tujuan ekonomi. Maka jika seorang pemimpin tidak memiliki kecerdasan ekonomi maka hampir dipastikan bangsa yang dipimpinnya akan menjadi bangsa miskin. “Negaranya boleh jadi adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam tetapi bangsanya menjadi bangsa miskin karena pemimpinnya yang tidak cerdas ekonomi,” ungkap Heppy. Sebaliknya, kata Heppy banyak negara di dunia yang tidak memiliki banyak sumber alam tapi menjadi bangsa hebat dan jaya karena pemimpinnya yang cerdas mengelola kekayaan.

Ketiga, Spiritualitas. Atribut ini akan mengarahkan kemana kekuasaan dan kekayaan akan diarahkan. Seorang pemimpin yang memiliki spiritual tinggi tidak akan terjebak pada kekuasaan dan kekayaan yang ada di sekitarnya. Karena dia tahu semua itu adalah alat untuk mengabdi kepada Tuhannya. Semata-mata hanya sarana bukan tujuan hidup itu sendiri. “Kekuasaan dan kekayaan di tangan seorang pemimpin yang tidak memiliki spiritalitas akan menjadi mesin penghancur buat kemanusiaan. Banyak dalam sejarah tentang pemimpin-pemimpin besar yang menjadi monster buat orang lain karena tidak memiliki spiritualitas,” ungkap Heppy. Spiritualitas ini, kata Heppy yang akan membentuk karakter unggul pada seorang pemimpin. Dan jika seorang pemimpin tidak dengan sadar membangun karakter unggul maka secara tidak sadar pula dia sedang membangun karakter buruk. Heppy menegaskan hanya seorang pemimpin yang memiliki karakter unggul, jiwa wirausaha dan leadership kuat yang dapat membawa bangsanya menjadi bangsa besar, jaya, berprestasi dan disegani.

Dalam kesempatan yang sama, pemimpin majelis zikir “Assamawat”, KH. Saadih Al-Batawi menegaskan tiga atribut itu juga harus dimiliki oleh para ulama dan ustadz, terutama entrepreneurship. Menurutnya, hari ini tidak sedikit ulama atau ustadz yang mencari hidup dari jemaahnya. “Bagaimana ajaran mau berkah dan jemaah dapat hidayah kalau ustadz yang ngajarinnya adalah ustad proposal,” katanya dengan logat Betawi. KH. Saadih mencontohkan tentang perjalanan walisongo yang membangun ummat di tanah Jawa. Para wali itu rata-rata adalah pebisnis yang berhasil dan dengan bisnisnya itu membangun ummat. Kyai yang dikenal sebagai ahli pengobatan ini, juga menegaskan kepada para peserta workshop untuk tidak mencari hidup di dalam jemaahnya namun bagaimana membangun kehidupan ekonomi jemaah. “Kalo ente tidak faham ekonomi bagaimana membangun ummat, ntar yang terjadi malah ente nyari idup dari ummat,” katanya tegas. Kyai Saadih di kalangan jemaah dan warga di sekitar tempat tinggalnya dikenal sebagai kyai yang gemar membagi uang kepada orang miskin. Bahkan orang yang berobat kepadanya kerap diberi uang untuk ongkos taksi.

Sementara itu, project officer workshop, Ustadz Helmy Jatnika mengungkapkan workshop ini bertujuan untuk memberi wawasan kepada para ulama dan ustadz tentang wawasan kebangsaan dan ekonomi. Karena dalam sejarah para ulama yang membangun negara ini adalah orang yang memiliki kecerdasan ekonomi dan semangat membela bangsanya. “Jangan sampai ulama dan ustadz kita alergi bicara uang dan tidak faham ekonomi. Padahal mereka ini yang berhadapan dengan ummat setiap hari,” kata Helmy. Setelah ini, lanjut Helmy pihaknya akan mengadakan workshop untuk para ustadz dan ulama khusus tentang ilmu membangun kekayaan. Helmy mengatakan sudah berbicara langsung dengan Presiden IIBF yang juga Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono. “Pak Heppy sangat setuju dan meminta untuk membicarakan hal teknis dengan tim IIBF,” ungkap Helmy. Helmy mengatakan “Assamawat” memiliki ribuan jemaah dan ke depan akan membangun pasar dan produk sendiri yang akan dipasarkan di internal dan juga untuk masyarakat umum. (AA)

Aparat Harus Memiliki Keyakinan dan Kebanggaan

Mampang X, 21/07/2011. Modal dasar seorang polisi dan tentara dalam melaksanakan tugasnya adalah keyakinan dan kebanggaan. Yakin bahwa tugas yang diembannya adalah tugas mulia yang diberikan negara kepadanya. Mulia itu tidak hanya dimata manusia tetapi jauh lebih dari itu adalah mulia di mata Tuhannya. Meyakini bahwa tugas itu bagian dari pengabdian kemanusiaan, pengabdian kepada negara dan pengabdian kepada Tuhan. Selain itu, seorang bhayangkara atau prajurit harus memiliki kebanggaan, kebanggaan kepada korp, kebanggaan kepada tugas dan kebanggaan kepada negaranya. Tanpa dua hal itu, maka dalam melakukan tugasnya parajurit akan bimbang dan tidak memiliki kekuatan. Pernyataan ini disampaikan Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Ir. H. Heppy Trenggono, MKom di rumahnya saat menerima kunjungan Kapolsek Mampang Prapatan , Kompol Siswono dan jajarannya, Kamis malam. Kapolsek tiba bersama empat orang anak buahnya sekitar pk. 20.00 wib.

“Masalahnya bagaimana polisi dan tentara kita bisa memiliki kebanggaan jika yang kita bicarakan hari ini adalah peralatan bekas dari negara lain? Atau hibah kapal bekas dari negara yang jauh lebih kecil dari Indonesia?” kata Heppy dengan nada tanya. Mengapa itu bisa terjadi? karena kita sudah tidak mampu lagi membeli peralatan baru karena negara kesulitan anggaran. Apa yang bisa kita lakukan dengan anggaran 1.200 Truliyun di negara seluas 2 juta km persegi dengan penduduk 240 juta jiwa. Sebagian besar anggaran digunakan untuk konsumsi dan bayar hutang. Itu belum termasuk yang hilang karena korupsi. Makanya infra struktur tidak banyak yang dibangun, jalan-jalan tidak banyak yang nambah, rel kereta api semakin menyusut, pelabuhan tidak tumbuh secara berarti. “Dibutuhkan puluhan ribu triliyun untuk membangun negara sebesar ini,” kata Heppy. Negara ini juga harus dijaga oleh angkatan bersenjata yang kuat untuk menangkal ancaman dari luar. Angkatan perang yang kuat adalah angkatan yang memiiiki keyakinan dan kebanggaan yang didukung oleh peralatan dan senjata yang baik.

Menanggapi pertanyaan Kompol Siswono tentang penyebab ketidakmampuan negara untuk memperbesar anggaran polisi dan TNI, Heppy menegaskan bahwa ada masalah serius dalam ekonomi Indonesia, yakni Indonesia tidak bisa membangun kekayaannya. “Hari ini kita sudah menjadi bangsa miskin,” kata Heppy. Menurut Heppy banyak indikasi yang menunjukkan bahwa Indonesia saat ini telah menjadi bangsa miskin. Yang paling mencolok itu adalah APBN kita yang sangat kecil Rp 1.200 triliyun yang sangat tidak sebanding dengan ratio luas wilayah dan jumlah penduduk negara ini. Akibatnya pendidikan tidak bisa lagi disubsidi dan kampus harus mencari biaya sendiri. “Otonomi kampus itu adalah bahasa lain pengurangan subsidi karena negara sudah tidak punya duit,” ungkap Heppy. Tingginya angka pengangguran dan berbondong-bondongnya anak negeri ini mencari pekerjaan ke luar negeri karena mereka sulit mencari penghidupan di dalam negeri. Karena apa? karena negara tidak bisa menyediakan lapangan kerja buat mereka. Pengangguran sudah meluas ke berbagai lapisan bahkan menimpa mereka yang berpendidikan tinggi.

“Tapi negara ini kan kaya, Pak?” sela salah seorang anggota. “Betul negara kita kaya dan penduduk kita terbesar keempat dunia, tetapi kekayaan negara dan jumlah pendududuk yang besar itu belum menjadi alat dan strategi untuk kejayaan bangsa sendiri malah menjadi alat dan strategi bangsa lain untuk memperkaya negeri dan bangsanya,” jawab Heppy. Pendduduk kita, kata Heppy telah menjadi pasar untuk produk bangsa lain dengan membanjirnya berbagai produk luar ke dalam negeri. Demikian juga sumber daya alam kita telah dikuasai oleh perusahaan asing. Namun atas nama investasi kita menyerahkan banyak hal kepada asing yang seharusnya tidak boleh kita serahkan. Maka Apa yang kita bangun dan kita bela dalam situasi seperti ini? Kejayaan ekonomi? Kesejahteraan? Tidak jelas!

“Mengapa bisa terjadi seperti itu, pak?” tanya anggota tadi penasaran. “Karena kita tidak cerdas dalam ekonomi,” jawab Heppy tegas. Sejatinya, lanjut Heppy, dunia ini adalah permainan ekonomi. Maka siapa yang menguasai ekonomi maka dia menguasai dunia. Kita terpuruk seperti hari ini karena kita tidak menguasai ilmu kehidupan itu sendiri, yakni ekonomi. Maka negara kita menjadi bulan-bulanan orang lain. Pasar kita dikuasai melalui ACFTA atau pasar bebas yang kita pikir pasti baik dan menguntungkan . Aset-aset kita dikuasai melalui privatisasi yang digambarkan seolah-olah sangat baik buat rakyat dan negara kita. Namun ternyata semua itu tak lebih sebagai sebuah cara untuk menguasai pasar dan asset-aset strategis kita. Celakanya, kita mengikuti dan melayani permainan itu, bukan karena kita lebih unggul dalam permainan tetapi karena tidak faham.

“Bagaimana cara untuk menghentikan semua itu, pak?” tanya anggota tadi lagi. Anggota yang berpakaian sipil itu terlihat sangat antusias. Sebelumnya dia hanya mondar- mandir mengambil gambar komandannya yang sedang berbincang dengan Presiden IIBF itu. “Paling tidak ada lima hal yang harus dilakukan untuk mengembalikan kejayaan ekonomi kita. Empat hal diantaranya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah seperti membangun infrastruktur, menjaga kurs, membangun budaya hidup murah, produksi massif,” ungkap Heppy. Tetapi ada satu hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja yakni pembelaan terhadap produk negeri sendiri dengan cara membeli dan memakai produk-produk yang dibuat oleh anak bangsa sendiri. Maka mulailah dengan diri sendiri yang ditularkan ke orang-orang terdekat. Dengan demikian maka industry akan tumbuh. Industri tumbuh lapangan pekerjaan banyak tersedia. Lapangan pekerjaan berarti penghidupan. Maka pelan-pelan ekonomi negara akan terangkat yang dimulai dengan bertumbuhnya ekonomi masyarakat.

Jam dinding di ruang tamu itu sudah menunjukkan pukul 22.36 wib ketika Kompol Siswono dan anak buahnya pamit. Kunjungan itu adalah kunjungan pertama Kompol Siswono sejak bertugas di kepolision sektor Mampang Prapatan. Sebuah kegiatan yang rutin dilakukannya setiap kali bertugas di tempat yang baru, anjangsana ke tokoh-tokoh masyarakat setempat. (AA)

Kaya itu adalah Sebuah Mentalitas

Jakarta, 28/07/2011. Miskin atau kaya itu bukanlah keadaan atau kondisi yang sudah given pada diri seseorang tetapi adalah mentalitas. Orang yang bermentalitas kaya tidak akan pernah meminta sedekah meskipun dia kekurangan. Sebaliknya orang yang bermental miskin senantiasa merasa kurang meskipun dia dalam keadaan berlimpah materi. Itulah poin yang disampaikan Presiden IIBF, Ir. H. Heppy Trenggono, MKom, ketika memberi motivasi kepada 257 orang pengusaha mikro, Kamis siang di Hotel Nikko, Jakarta. Acara yang bertajuk Dhuafa Bangkit itu diselenggarakan oleh Mizan Amanah, lembaga pengelola zakat yang salah satu programnya membangkitkan pengusaha dari kalangan tidak mampu. “Jangan pernah menyebut dari anda dhuafa’ karena kalau itu kata-kata itu menjadi identitas maka akan begitulah akhir hidup anda. Lagi pula mana ada dhuafa’ masuk ke hotel mewah seperti ini,” kata Heppy yang disambut tepuk tangan peserta.

Rosulullah SAW, adalah contoh pribadi kaya. Bagaimana dia selalu bersedekah dan membantu orang lain dalam keadaan apapun. Bahkan rela menahan laparnya demi memberi makan kepada orang lain. Orang kaya dan orang miskin itu menurut Heppy sebenarnya sama saja. Yang membedakannya adalah cara berfikir dan cara bermainnya saja. Soal hutang misalnya, orang kaya dan orang miskin sama-sama memiliki hutang. “Bedanya, orang kaya hutangnya banyak dan orang miskin hutangnya sedikit,” kata Heppy. Bedanya yang kedua, orang kaya berhutang untuk modal atau investasi sedangkan orang miskin berhutang untuk makan. Terhadap hutangnya itu, dan menjadi beda yang ketiga, orang kaya dapat membayar hutang-hutangnya sedangkan orang miskin tidak bisa melunasi hutang yang sedikit itu.

“Diilihat dari perspektif ini Indonesia lebih mirip ciri orang miskin apa ciri orang kaya kaya?” tanya Heppy. “Miskin…” jawab para peserta ini serentak. Maka, kata Heppy, hutang Rp. 1.700 Triliyun tidak lunas-lunas sejak jaman nenek moyang kita sampai hari ini karena jumlah itu banyak buat Indonesia. Padahal jumlah itu tidak ada apa-apanya untuk negara sebesar ini. Demikian juga APBN Rp. 1.200 trilyun itu habis untuk makan dan bayar hutang saja. “Karena begitulah cara bermainnya orang miskin,” ungkap Heppy. Untuk pembangunan tidak usah ditanya, pasti tidak ada uangnya karena kita bermain kecil dan takut dengan angka besar. Padahal untuk membangun negara sebesar ini perlu puluhan ribu triliyun, angka yang sama sekali tidak terbayang oleh orang miskin. Mengapa tidak terbayang? Karena tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya. Bagi orang kaya angka besar itu biasa-biasa dan sederhana saja karena mereka tahu cara mendapatkannya. Karena orang kaya adalah orang yang memiliki kecerdasan ekonomi. Cerdas ekonomi artinya piawai membangun dan mengelola kekayaan.

Dalam sesi tanya jawab seorang peserta yang mengaku bernama Hans asal Jakarta Selatan mengangkat tanga dan bertanya. “Pak Heppy, apa pendapat anda tentang modal? Dan mengapa anda tidak memberi modal untuk orang-orang seperti kami dalam membangun ekonomi ummat?” Menanggapi pertanyaan ini Heppy menjelaskan bahwa modal itu adalah hal yang penting dalam membangun bisnis tetapi bukan sesuatu yang paling penting. Modal juga tidak berarti selalu materi. “Modal adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat bisnis kita matang. Jika bisnis itu masakan maka modal itu adalah api yang mematangkan masakan itu. Maka dia tidak termasuk dalam resep,” ungkap Heppy. Maka jika modal terlalu kecil maka masakan tidak matang, sebaliknya modal yang terlalu besar akan membuat bisnis terbakar. Menanggapi soal membangun ummat dengan modal, Heppy menegaskan harus dibedakan antara membangun dan sedekah. Di IIBF, kata Heppy sedekah menjadi bahasa sehari-hari seorang pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Mereka diajarkan untuk mengeluarkan minimal 10% dari keuntungan yang dialokasikan untuk sedekah. “Tetapi membangun adalah hal yang berbeda dengan giving atau sedekah,” jelas Heppy. Membangun atau membina seorang pengusaha, yang dibangun adalah kompentensi dan karakter seorang pebisnis. Salah satu karakter pengusaha adalah disiplin dalam memberi kepada yang membutuhkan bukan meminta-minta.

Heppy mengakhiri ceramahnya dengan permintaan kepada semua hadirin untuk tidak menyebut dirinya seorang dhua’afa, karena sebutan itu akan menjadi identitas yang akan menentukan apa dan bagaimana akhir dari kehidupan kita. “Dhu’afa itu harus kita rasakan ketika kita sedang berdo’a di hadapan Allah SWT, Zat Yang Maha Kaya. Tetapi di hadapan manusia kita harus menjadi orang kaya yang senantiasa memberi dan membantu orang lain,” kata Heppy. Orang yang dapat memberi dengan leluasa adalah orang yang memiliki kekayaan hati dan materi sekaligus. Materi berlimpah tetapi hati atau mental miskin, memberi akan menjadi sesuatu yang sangat berat. Apalagi jika tidak yakin dengan ayat-ayat dan janji-janji Allah. “Karenanya Allah SWT tidak mengukur kehidupan seorang hamba dengan kaya dan miskin tetapi dari lapang dan sempit,” ungkap Heppy mengakhiri . (AA)

Australia yang Butuh Indonesia yang Merengek

Jakarta, 3/8/2011. “Seharusnya ketika pemerintah Australia menghentikan mengirim sapinya ke Indonesia, adalah momen tepat bagi Indonesia untuk menghentikan ketergantungan terhadap sapi-sapi Australia. Itulah waktunya untuk mengembangkan sapi sendiri oleh petani-petani kita dan membuat petani kita lebih sejahtera,” kata Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Ir. Heppy Trenggono, MKomp, saat berbincang dengan beberapa pejabat senior di lingkungan Kemenakertrans di Kalibata, Jakarta, Rabu siang. Toh, rakyat Indonesia, sambung Heppy tidak akan mati jika tidak makan daging sapi karena masih banyak sumber protein lain yang ada di negeri ini. Sangat aneh jika kemudian ada menteri yang melobi Australia agar membatalkan rencana penghentian itu.

Mengapa aneh? Pertama, posisi Indonesia adalah satu-satunya negara pembeli terbesar sapi dari negara itu. artinya, jika kita tidak mau membeli sapi Australia kemana lagi mereka akan menjualnya, karena negara seperti Malaysia jelas-jelas menolak untuk membeli sapi negeri Kanguru itu. Dalam hal ini posisi tawar lndonesia lebih powerful karena kita pembeli dan mereka sangat bergantung dengan Indonesia sebagai pengimpor terbesar. “Maka agak aneh jika ada pejabat kita merengek ke Australia padahal Australia lebih membutuhkan Indonesia daripada sebaliknya,” kata Heppy. Kedua, Indonesia tidak memiliki sikap jelas dalam pembelaan. “Membela bangsa bangsa lain atau bangsa sendiri?” tanya Heppy. Jika membela bangsa sendiri maka yang harus dibesarkan adalah petani sendiri bukan petani negara lain. Lain ceritanya jika Indonesia tidak cocok untuk pengembangan peternakan. Masalahnya negara ini memiliki iklim dan alam yang sangat cocok untuk peternakan ditambah lagi dengan petani-petani kita di pedesaan yang selalu kesulitan mengembangkan ternaknya karena tidak adanya dukungan dari pemerintah. “Kita lebih memilih membeli ternak dari negara lain daripada membeli ternak petani sendiri,” ungkap Heppy. Karena itu jelas, kebijakan ini menunjukkan kita tidak ada good will untuk membangun ekonomi bangsa sendiri. Menurut Heppy, dengan potensi negara sebesar ini Indonesia sangat tidak layak sebagai pengimpor sapi tetapi adalah negara pengekspor sapi terbesar di dunia.
Heppy menilai terjadinya kebijakan semacam ini karena bangsa ini sudah kehilangan karakternya sebagai bangsa besar. Karakter sebagai bangsa besar itu adalah pemahaman tentang jati diri, keyakinan dan nilai-nilai yang dibela. Indonesia hari ini sudah tidak jelas lagi siapa jati dirinya, apa yang diyakini dan apa yang dibelanya. Bangsa ini lupa bahwa Indonesia itu adalah bangsa besar yang jauh lebih besar dari negara-negara tetangganya. Karena tidak memiliki jati diri sebagai bangsa besar makanya cara bermainnya seperti negara kecil. “Jika bangsa ini memiliki jati diri sebagai bangsa besar bernama Indonesia, maka tidak ada pejabat kita mengemis ke Australia,” jelas Heppy. Sikap ini juga membuktikan bahwa kita adalah negara konsumen seperti yang diinginkan oleh banyak negara di dunia agar Indonesia tetap menjadi pasar untuk produk-produk mereka. Sebab, akan sangat berbahaya bagi mereka jika Indonesia berubah menjadi negara produsen. Karena negara ini memiliki 240 juta jiwa penduduk yang bisa dilibatkan dalam proses produksi untuk membuat produk secara masif.

“Selama negara ini masih menyandang predikat sebagai bangsa konsumen maka Indonesia tetap menjadi bangsa miskin. Karena indikasi kekayaan dan kesejahteraan sebuah negara tidak diukur dari seberapa besar barang-barang yang dikonsumsinya tetapi dari seberapa besar produk yang dihasilkannya,” jelas Heppy.

Menyinggung soal alasan Australia menghentikan eksport sapinya itu, Heppy mengatakan itu bukan hal prinsip. Cukup kita perbaiki standard dan cara pemotongan hewan yang benar di dalam negeri. “Itu sangat jelas aturannya dalam Islam. Tidak boleh menyembelih dengan menyiksa atau menyakiti hewan yang akan disembelih. Harus menggunakan pisau yang tajam agar hewan sembelihan segera mati dan yakin matinya itu karena sembelihan itu bukan karena pukulan atau siksaan,” kata Heppy. Masalah pokoknya, lanjut Heppy adalah masalah ekonomi negara. Sapi Australia artinya ekonomi Australia, sapi petani Indonesia artinya ekonomi Indonesia. Makanya aneh jika Indonesia malah mengemis ke Australia untuk membatalkan penghentian pengiriman sapi ke Indonesia. Selain memalukan sikap ini menunjukkan kita tidak memiliki kecerdasan ekonomi. (AA)

4 Kebingungan Tentang Entrepreneurship

Jakarta, 10/08/2011. Entrepreneurship menjadi “word of the year” di Indonesia saat ini. Sebuah media di Inggris menyebut Indonesia saat ini mengalami gelombang entrepreneurship tertinggi di dunia yang ditandai dengan munculnya anak-anak muda yang senang dengan dunia usaha. Namun jumlah entrepreneur di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti. Bahkan angka 0.5% pun belum tercapai. Padahal Mc Leland mensyaratkan 2% penduduk adalah entrepreneur jika sebuah negara ingin menjadi negara maju. “Masalah besarnya ada pada pemimpin negara ini yang tidak memiliki jiwa entrepreneur. Sehingga entrepreneurship tidak berkembang secara maksimal,” ungkap Presiden IIBF, Ir. Heppy Trenggono, MKomp. Heppy mengungkapkan hal itu di depan 102 orang anggota FBN atau Forum Komunikasi Bina Kerohanian Islam Nasional, sebuah organisasi yang terdiri dari gabungan seluruh institusi negara mulai dari kementrian, BUMN, hingga TNI/ POLRI.

Heppy mengungkapkan, negara-negara yang maju di dunia adalah negara yang dipimpin oleh pemimpin yang memiliki mindset entrepreneurship. Karena pemimpinnya tidak memiliki jiwa entrepreneurship ini kekayaan yang melimpah tidak bisa menjadi alat untuk kejayaan bangsa sendiri tetapi malah menjadi alat bangsa lain untuk membangun negerinya. Kasus import sapi dan import sejumlah produk hasil pertanian seperti garam, daging ayam, jagung, tapioka, cabe, bawang merah, beras dan lain-lain adalah bukti bahwa pemimpin negara ini tidak memahami entrepreneurship atau ilmu membangun dan mengelola kekayaan. Maka wajar jika entrepreneurship di Indonesia pertumbuhannya sangat lamban. Keadaan ini sesungguhnya adalah akibat lanjut dari kebingungan terhadap entrepreneurship itu sendiri.

Ada 4 kebingunan umum dalam memandang entrepreneurship : Pertama, entrepreneurship itu bukan untuk saya. Banyak orang beranggapan bahwa entrepreneurship itu adalah sebuah atribut yang hanya dimiliki oleh para pengusaha saja. Sehingga orang yang bukan pebisnis menganggap tidak perlu memiliki jiwa entrepreneurship. “Entrepreneurship itu harus dimiliki oleh semua orang, apakah dia seorang pegawai, ibu-ibu rumah tangga terlebih-lebih para pemimpin. Bagaimana seseorang yang memimpin sebuah negara akan membangun kesejahteraan bangsanya jika dia tidak faham tentang bagaimana membangun dan mengelola kekayaan negerinya,” kata Heppy. menurut Heppy, membangun kekayaan pribadi, kekayaan keluarga, kekayaan perusahaan dan kekayaan negara itu prinsipnya sama. Sama-sama sederhana. Namun sederhana bukan berarti mudah.

Kedua, Satu-satunya yang dibutuhkan adalah modal. Ada anggapan umum bahwa modal adalah satu-satunya hal yang paling menentukan untuk menjadi entrepreneur. Faktanya, hampir sebagian pebisnis sukses dan berhasil hari ini adalah orang yang memulai dari nol atau modal yang sangat minim. Dan banyak orang yang memulai bisnis dengan modal besar tidak bisa membangun bisnis malah jatuh dalam lilitan hutang. “Ibarat makanan, modal itu adalah api yang akan mematangkan masakan, bukan bagian dari resep untuk membuat makanan itu sendiri. Jika terlalu kecil maka makanan akan mentah dan tidak matang dan jika terlalu besar makanan itu akan terbakar,” jelas Heppy. Heppy mencontohkan. berapa banyak uang-uang pemerintah hilang dan tidak pernah kembali dalam membangun entrepreneur di masyarakat. Mengapa? Karena masalah pokok membangun entrepreneur itu tidak disentuh, yakni Kompetensi. Kompetensi itu lanjut Heppy perlu waktu untuk menguasainya.

Ketiga, Sukses bisnis itu harus dengan ide “brilian” dan produk yang unik. Maka banyak orang yang berbisnis dengan membuat sebuah produk yang belum pernah dibuat oleh orang lain. Dia menganggap semakin unik produknya itu maka semakin besar kemungkinan untuk menuai sukses bisnis. Faktanya, orang yang sukses bisnis adalah orang yang menjual produk yang justru banyak dijual orang lain. “Makanya Indonesia ke luar negeri yang dipamerkan adalah barang-barang kerajinan yang unik-unik. Sementara China yang dipamerkan adalah kebutuhan sehari-sehari . Pertanyaannya berapa banyak orang yang akan membeli barang-barang unik itu?” tanya Heppy. Banyak orang yang jatuh dalam bisnis karena terlalu terobsesi dengan produknya. Dia pikir dengan menjual produk yang dia senangi itu akan membuat bisnis berhasil. Sementara dia lupa bahwa bisnis sukses itu adalah menjual produk yang disenangi oleh customer.

Keempat, Untuk menjadi sukses dan kaya harus bertentangan dengan nilai-nilai ketaqwaan. Korupsi atau melakukan hal-hal buruk dalam membangun bisnis adalah karena split pemahaman bahwa kaya itu tidak harus takwa. Sebaliknya untuk menjadi orang yang bertakwa tidak dengan jalan kekayaan. “Kekayaan tertinggi itu hanya akan dicapai oleh orang-orang yang bertakwa,” ungkap Heppy. Dan dengan kekayaan sangat banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi orang yang takwa. Asalkan kekayaan itu dibangun dan digunakan seperti yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits. Indonesia, menurut Heppy tidak akan pernah bisa membangun kekayaannya jika tidak berpedoman pada kedua kitab itu. Semua orang mengaku percaya dengan ajaran Alqur’an tetapi sedikit orang yang benar-benar meyakininya. “Makanya sangat sedikit sekali yang menjalankannya,” kata Heppy.

Seminar setengah hari yang digelar FBN ini juga menampilkan dua pembicara lain di sesi sebelumnya, Prof. Dr. Rochmin Dahuri (pakar kelautan dan perikanan), KH. Nuril Huda, Ketua lembaga dakwah Nahdlatul Ulama. Heppy Trenggono menjadi pembicara penutup yang berakhir tepat suara adzan menggema. Ketua Umum FBN, Abdul Aziz Rifa’i Makudi mengatakan acara ini adalah program pertama yang digelar FBN begitu SK pengesahan pengurus ditandatangani oleh Menteri Agama. Dalam sambutannnya di depan peserta, Aziz mengungkapkan akan memberi stressing program kerja FBN pada pembangunan entrepreneurship. “Saya bertemu dengan Pak Heppy dua minggu lalu di hotel Nikko ketika beliau berbicara di depan para pengusaha mikro. Ketika itu saya mewakili Pak Menakertrans. Saya ungkapkan kepada Pak Heppy tentang rencana ini dan beliau setuju, maka jadilah acara ini yang dimulai dengan pertemuan antara saya, Pak Joko, Pak Rochmin dan Pak Heppy seminggu yang lalu,” kisah Aziz. Aziz mengungkapkan bahwa ke depan pihaknya akan mengadakan worksop khusus entrepreneurship seperti yang dilakukan oleh IIBF. (AA)

4 Tanda Bahaya Besar Indonesia

Jogjakarta, 13/08/2011. Jika ada orang yang mengatakan Indonesia hari ini dalam keadaan baik-baik saja, maka ada dua kemungkinan yang terjadi pada orang itu. Pertama, orang itu tidak memahami apa yang sedang terjadi sebagai akibat dari kekurangan informasi atau ketumpulan mata hati. Kedua, orang itu sedang berbohong dengan menyebunyikan keadaan yang sesungguhnya. Caranya dengan mengatakan bahwa Indonesia dalam keadaan sehat dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5,6 % dan pengangguran semakin menurun. Faktanya Indonesia dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan dan dalam bahaya besar. Ketika berbicara di depan Pimpinan Aisyah Se-Jawa, di Jogjakarta Sabtu siang, Presiden IIBF, Ir.H.Heppy Trenggono, Mkom, mengungkapkan saat ini Indonesia dalam situasi yang sangat berbahaya sebagai sebuah bangsa. Menurut nya ada 4 tanda bahaya besar Indonesia saat ini.

Pertama, Meluasnya kemiskinan, pengangguran dan kehidupan yang mahal. Angka kemiskinan hari ini bisa naik atau turun tergantung siapa yang membuat dan menentukan indikatornya. Mengacu kepada angka yang dikeluarkan pemerintah, orang yang berpenghasilan Rp. 211.000/ bulan sudah tidak tergolong miskin lagi. Artinya orang yang pendapatan perharinya Rp. 7.000 sudah keluar dari sebutan orang miskin. Namun sesungguhnya kemiskinan hari ini tidak hanya ada pada anak-anak bangsa yang hidup di bawah kolong jembatan atau tempat kumuh lainnya, tetapi sudah merangsek ke institusi penyelenggara negara. Llistrik dan BBM menjadi sesuatu yang dilematis, dinaikkan salah tidak dinaikkan juga salah. Jika dinaikkan rakyat yang tidak bisa membayar dan jika tidak dinaikkan pemerintah tidak punya anggaran untuk subsidi. Otonomi kampus adalah bentuk lain dari ketiadaan anggaran untuk pendidikan. Sehingga perguruan tinggi dipaksa untuk mencari biaya sendiri dan yang paling gampang adalah dengan membebankan pada mahasiswa sehingga biaya pendidikan hampir mustahil bisa dijangkau oleh anak-anak petani, nelayan dan pedagang kecil. Angkatan bersenjata sulit untuk untuk pengadaan alutsista baru dan hanya mampu membeli alat bekas dari negara lain. Mengapa? Negara tidak memiliki dana cukup untuk membiayainya. Pengangguran tidak hanya menimpa masayarakat kelas bawah tetapi juga sudah menjangkau mereka yang berpendidikan tinggi dengan jumlah yang sangat fantastis. “Angka 40 juta jiwa yang menganggur hari ini artinya hampir dua kali lipat jumlah penduduk benua Australia. Dan ini adalah masalah besar jika terus dibiarkan tanpa ada jalan keluarnya,” kata Heppy. Heppy mengatakan sangat ironi ketika banyaknya anak-anak negeri ini ke luar negeri menjadi penghidupan sementara orang asing berbondong-bondong ke negeri ini mendapatkan keuntungan. “Ini pasti ada sesuatu yang salah dengan negeri kita ini,” kata Heppy. Di tengah kemiskinan dan pengangguran yang menimpa anak negeri ini, kehidupan sehari-hari menjadi sangat mahal. Masyarakat digiring menjadi sangat konsumtif dan hidup dalam gaya hidup yang sangat tinggi. “ Hari ini hampir tidak ada pabrik yang tumbuh, yang ada adalah mal-mal yang terus berdiri setiap hari,” ungkap Heppy. Harga barang-barang kebutuhan sangat tinggi karena harga dan pasar tidak dikendalikan. Bahkan Indonesia sudah tidak berkuasa lagi atas pasarnya sendiri.

Kedua, jatuhnya produktivitas bangsa. Pertumbuhan infra struktur seperti; jalan, pelabuhan, rel kereta api, industri dan lain-lain tidak menunjukkan angka yang berarti. Untuk melintasi pantai utara pulau Jawa kita masih menggunakan jalan yang dibuat Daendles dua abad yang lalu. Panjang rel kereta api dari hari ke hari makin menyusut. Pabrik-pabrik banyak yang mati dan sentra-sentra industri kini sudah banyak yang tutup. Untuk memenuhi kebutuhannya bangsa ini mengandalkan produk import dengan membuka pasarnya lebar-lebar melalui perjanjian pasar bebas. Yang diimport tidak hanya produk teknologi, tekstil, tetapi juga produk pertanian seperti garam, cabe, beras, daging ayam, sapi, jagung, bawang merah dan lain-lain. “Indonesia definitely telah menjadi bangsa konsumen,” ungkap Heppy. Dengan menempati ranking kedua sebagai bangsa terkonsumtif di dunia Indonesia menjadi negara konsumen sempurna. Karena ternyata Singapura yang menempatkan ranking pertama, 60% yang belanja ke sana adalah orang Indonesia. “Bagaimana kita akan membangun kesejahteraan jika kita sudah menjadi negara konsumen. Sebab kesejahteraan sebuah negara sampai hari ini masih diukur dari seberapa besar produk domestiknya bukan jumlah yang dikonsumsinya,” kata Heppy sedih. Indonesia yang sebelumnya sudah swasembada pangan hari sangat tinggi tingkat ketergantungannya. Sebelumnya sempat menjadi produsen pesawat hari telah menjadi pembeli pesawat terbesar.

Ketiga, meredupnya pembangunan karakter. Bangsa-bangsa besar yang ada di dalam sejarah dan hari ini adalah bangsa yang memiliki karakter unggul. Kejatuhan bangsa-bangsa itu selalu diawali dari karuntuhan karakternya. Di Indonesia hari ini, pembangunan karakter atau character building hanya sebatas seminar dan pelengkap pidato tetapi tidak di lapangan dan masyarakat. Meredupnya pembangunan karakter membuat bangsa ini lupa dengan jati dirinya, tidak memiliki keyakinan diri sebagai bangsa besar dan jaya seperti bangsa lain serta tidak memiliki nilai-nilai yang jelas untuk dibela. “Hampir semua komponen bangsa ini sudah tidak lagi membangun karakter tetapi terseret pada pembangunan brand atau citra,” jelas Heppy. Orang yang membangun brand, kata Heppy, didrive oleh target sementara membangun karakter didrive oleh purpose. Brand bahasanya promotion, karakter yang terjadi adalah conversation. Maka dalam brand adalah what He say dan dalam karakter what He do. Brand berorientasi pada transaksi sedangkan karakter berorientasi pada solusi. Heppy mnegeaskan, membangun karakter bangsa itu adalah tugas pokok seorang pemimpin. Masalahnya bagaimana mau membangun karakter jika pemimpinnya sendiri sibuk membangun brand atau mereknya sendiri. “Jika kita tidak dengan sadar membangun karakter unggul bangsa, maka dalam waktu yang sama secara tidak sadar pula kita membangun karakter buruk bangsa,” kata Heppy. Sejarah, menurut Heppy harus dilihat sebagai pelajaran untuk kita menata masa depan. Jangan sampai kita mengulang sejarah bangsa lain yang runtuh karena kemerosotan karakter bangsanya.

Keempat, kembalinya dominasi asing. “Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa besar dan jaya jika yang berkuasa di Indonesia bukan orang Indonesia sendiri,” ungkap Heppy. Dominasi asing telah membuat Indonesia terjajah selama 350 tahun. Padahal saat itu hanya ada satu bangsa kecil bernama Belanda yang memiliki sebuah perusahaan bernama VOC yang mencari bahan-bahan mentah untuk kepentingan industrinya. Satu perusahaan cukup membuat Indonesia terjajah, sementara hari ini ada ribuan VOC-VOC modern yang ada di Indonesia dengan kepentingan yang kurang lebih sama dengan VOC nya Belanda dulu. Bedanya, kata Heppy dulu mereka menjajah tanah air kita, hari inii mereka menguasai kehidupan. Banjirnya produk asing di pasar dalam negeri Indonesia adalah bentuk dominasi asing yang paling kentara. Akibatnya anak-anak negeri ini sulit berusaha di negeri sendiri karena kuatnya dominasi asing. Pengusaha, pedagang, nelayan dan petani kita dibiarkan bertarung sendiri dan kehidupannya tidak dibela oleh negara. Justru sebaliknya kebijakan-kebijakan yang ada lebih memihak asing daripada anak bangsa sendiri. Kasus import sapi, cabe, bawang, dan lain-lain, pembiaran terhadap kapal-kapal asing menjarah lautan Indonesia terjadi karena kita tidak tahu apa yang kita bela. Kuatnya dominasi asing saat ini membuat Indonesia kehilangan kedaulatan dari berbagai sisi. Bangsa ini sudah tidak kuasa menentukan nasibnya sendiri. (AA)

Di level Mana Kita Bermain?

Jogjakarta, 13/08/2011. Bagaimana akhir kehidupan seseorang akan ditentukan seperti apa dia bermain hari ini. Kalau dia bermain seperti orang miskin maka akhir kehidupannya akan miskin meskipun hari ini dia berlimpah materi. Seseorang yang tampaknya biasa-biasa saja akan berakhir jadi orang kaya jika dia bermain seperti orang kaya. “It’s how you play,” kata Presiden IIBF, Ir.H. Heppy Trenggono, MKom, di depan 150 pengusaha di Jogjakarta, Sabtu siang. Besar kecilnya pendapatan seseorang di dalam hidup dan bisnisnya juga ditentukan bagaimana dia bermain. Karena ternyata , menurut Heppy rezeki itu memiliki 4 level atau tingkatan. Setiap levelnya memiliki kualifikasi tertentu baik jumlahnya maupun orang yang berhak utuk mendapatkannya.

Level 1, Rezeki makhluk. Ini adalah level terbawah dimana Allah SWT menjamin rezeki untuk setiap makhluknya. Bahkan ulat di lubang batupun ada rezekinya. Allah SWT memiliki cara sendiri untuk memberi rezeki kepada setiap mahluknya. “Cecak yang hanya bisa merayap dan tidak punya sayap tetapi dapat menangkap nyamuk yang bisa terbang,” kata Heppy memberi contoh. Manusia, kata Heppy, yang tidak melakukan apa-apa dan hanya berdiam diri juga ada rezekinya. Tapi rezekinya adalah rezeki orang yang malas dan sama dengan rezeki makhluk.

Level 2, Rezeki Orang Yang Berusaha. Orang yang berada pada level ini akan memperoleh seperti yang diusahakannya. Seseorang yang bekerja 8 jam sehari maka rezeki akan lebih banyak daripada mereka yang bekerja 4 jam. Seseorang yang berpendidikan tinggi rezekinya akan lebih baik dari mereka yang tidak berpendidikan atau pendidkannya lebih rendah. Orang mendapatkan rezekinya seperti yang dia usahakan. “99 persen manusia berada pada level ini, mendapatkan rezeki dengan cara mengandalkan kerja keras,” ungkap Heppy. Orang yang berada pada level ini hidupnya sangat capek, bahkan banyak juga yang tidak memiliki kehidupan. Karena waktunya habis untuk bekerja keras sehingga tidak ada waktu lagi untuk bersosialisasi dengan tetangga dan orang-orang sekitarnya. Jika dia pebisnis kadang-kadang waktu untuk keluargapun ikut tersita karena dia sibuk dengan pekerjaannya.

Level 3. Rezeki Orang Yang Bersyukur. Rezeki pada level ini diungkapkan Alqur’an untuk orang-orang yang mau menafkahkan hartanya. Allah SWT akan membalas dengan sepuluh kali lipat, bisa 700 kali lipat atau bahkan tidak terhingga. Secara logika memang harta yang dikeluarkan itu akan mengurangi jumlahnya. Tetapi ini bukan permainan logika, karena faktanya sepuluh orang terkaya di dunia adalah mereka yang memiliki giving yang luar biasa. “Semua bangsa dan agama di dunia percaya bahwa bersedekah itu tidak akan mengurangi harta tetapi semakin memperbanyak harta,” kata Heppy. Masalahnya, lanjut Heppy, sangat sedikit orang yang meyakini hal itu. Dari yang yakin itu hanya sedikit orang yang mau melakukannya.

Level 4, Rezeki Orang Yang Bertaqwa. Rezeki level ini adalah rezeki yang terjadi pada orang yang hidupnya tidak pernah ada rasa takut dan khawatir. Kedekatannya dengan Allah SWT membuat masalahnya banyak yang ditake over. Rezeki orang yang berada pada level ini adalah rezeki yang datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Orang yang berada pada level ini adalah orang yang hati, pikiran, ucapan dan tindakannya sangat terjaga. Hidup sebagai hamba yang berjuang dengan harta dan jiwa. Rezekinya tidak ada lagi ukurannya karena sudah tidak terbatas lagi. “Orang yang berada pada level ini adalah orang yang sangat faham dan sudah menjalani pada level-level dibawahnya,” kata Heppy. Sayangnya, lanjut Heppy banyak orang merasa di level 4 tetapi sebenarnya di berada di level 1. Sudah pasti orang di level 4 ini bukan orang-orang yang kikir karena jika ia masih kikir berarti dia baru berada pada level 2. Dia juga bukan orang yang malas yang hanya berdoa dan meninggalkan ikhtiar tetapi seorang pekerja keras yang berprestasi.

“Mengapa banyak orang yang ada di IIBF dengan masalah yang melilitnya bertahun-tahun dapat keluar dan kembali memiliki bisnis dan kehidupan ? mereka kita ajak untuk bisa bermain di level empat,” ungkap Heppy. Disiplinnya menurut Heppy adalah disiplin Alqur’an dan Hadist. Maka jika berbisnis masih menggunakan transaksi dan uang riba sudah pasti tidak bisa masuk dalam kategori ini.

Acara yang digelar oleh IIBF Wilayah DI Yogjakarta adalah pengajian bisnis yang khusus menghadirkan Presiden IIBF ke Jogjakarta. Selain membincangkan tentang organisasi perjalanan ke Jogjakarta ini juga membicarakan tentang rencana membangun Pasar Indonesia sebagai gerakan Beli Indonesia. (AA )

Indonesia, Negara Kaya Bagi Bangsa Asing

Solo, 17/09/2011. Dunia hari ini dihadapkan pada masalah ekonomi yang rumit. Eropa dan Amerika berada pada krisis ekonomi yang menggelisahkan. Bahkan Amerika hampir dipastikan tidak bisa melunasi hutang luar negerinya yang sudah mencapai angka US $ 14,3 triliyun. Semua negara dunia bersiaga untuk tidak terkena efek domino krisis dua kawasan itu. Mengapa ekonomi dunia begitu rumit dan secara periodik selalu terjadi krisis? “Ekonomi dunia saat ini didrive dengan menggunakan mazhab ekonomi jalan pendek,” kata Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Ir. H. Heppy Trenggono, Mkom, menjawab pertanyaan itu. Heppy mengungkapkan hal itu di forum Masyarakat Ekonomi Syari’ah, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu siang.

Menurut Heppy, ekonomi mazhab Jalan Pendek ini memang sedang menjadi trend dan sangat digandrungi oleh anak-anak muda. Karena dalam mazhab ini orang mendapatkan uang tidak perlu dengan bersusah payah. “Cukup dengan membeli sebuah lahan kosong lalu dibor kemudian dibuat data kandungan batu baranya, dan dijual dengan harga 100 kali lipat,” kata Heppy. Dalam mazhab ini, lanjut Heppy, harga barang dan jasa tidak ditentukan oleh supply and demand tetapi oleh capital movement atau pergerakan modal. Maka tidak heran jika harga sebuah komiditi harganya melangit bukan karena permintaannya yang tinggi tetapi karena pergerakan uang di pasar modal. Transaski dalam ekonomi mazhab Jalan pendek ini tidak perlu ada barang dan jasa tetapi menggunakan “magic word” yang disebut dengan ”compound interest” atau “spread interest” atau bunga berbunga. Ekonomi Jalan Pendek ini yang bisa membuat orang tiba-tiba menjadi orang terkaya nomor satu, yang sebelumnya dia mengaku lebih miskin dari pengemis. Contohnya, goreng menggoreng batu bara, menyimpan uang di SBI, kasus Busang dan lain-lain. Dalam skala kecil ekonomi Jalan Pendek ini seperti, jual beli emas, cash back, gadai dan lain-lain.

Sedangkan ekonomi mazhab Jalan Panjang, jelas Heppy adalah ekonomi yang dijalankan dengan proses membangun dengan kata kunci, “building, managing, selling, operating”. Ada proses panjang yang dilalui bahkan dalam waktu yan g lama. Orang harus melakukan riset, memproduksi, menjual, membangun tim, dan lain-lain. Dalam mazhab ini transaksi ekonomi digerakkan oleh supply and demand barang dan jasa. “Maka dalam sebuah transaksi akan berdampak pada jumlah barang dan jasa yang terjual, orang yang bekerja, angka yang bertumbuh, dan kehidupan yang berubah,” jelas Heppy . Ekonomi Jalan Panjang , kata Heppy, adalah kegiatan ekonomi sektor riil yang menyentuh langsung pada kehidupan manusia.

Hari ini, menurut Heppy kejatuhan ekonomi dunia karena mazhab jalan pendek yang dianut oleh para pebisnis dunia dan negara-negara maju. “Terjadi keterputusan antara sektor moneter dengan sektor riil. Moneter bergerak begitu kencang tetapi sektor riil bertumbuh dengan sangat lamban,” kata Heppy. Untuk sebuah negara, ekonomi jalan pendek ini sangat tidak dibutuhkan. Sebab jika dia besar maka hanya besar untuk diri sendiri dan tidak berdampak apa-apa terhadap kehidupan dan negara. Dan jika bermasalah maka dia akan menyeret sektor riil ikut ke dalam masalahnya. BLBI atau bantuan likuidasi bank Indonesia adalah salah satu contoh dalam kasus ini. “Ekonomi Jalan Pendek ini dapat berkembang karena mereka menggunakan tiga hal , gambling, uncertainty dan interest,” kata Heppy.

Heppy mengungkapkan bahwa dalam pertemuan negara-negara G7 di Paris beberapa waktu lalu, Presiden Francis, Nicholas Sarkozy sudah menyinggung bahwa masalah ekonomi dunia saat ini karena ada ketidakpastian (uncertainty) dalam transaksi ekonomi. Bahkan, Bill Gate meminta agar pemimpin dunia mencari sebuah system ekonomi yang tahan terhadap turbulence. Sebab hari ini sistem kapitalis yang berlaku di Amerika sangat rentan terhadap krisis dan setiap 30 tahun dipastikan terjadi goncangan.

“Jika penyebab kejatuhan ekonomi itu karena adanya unsur gambling dan encertainty sudah banyak difahami oleh para pemimpin dunia. Tetapi interest atau bunga belum banyak yang memahaminya,” ungkap Heppy. Padahal, menurut Heppy, ketiga hal itu yakni Gambling, Uncertainty dan Interest sudah dibicarakan Islam sejak 15 abad lampau. Dalam bahasa Alqur’an ketiga hal itu disebut Maisir, Gharar dan Riba. Heppy meyakini, pelan tapi pasti orang akan memahami bahwa riba itu adalah factor yang menyebabkan ekonomi hancur. Masalahnya mengapa pemimpin kita tidak berani mengungkapkannya di depan forum ekonomi dunia. “Takut ditertawakan orang lain,” kata Heppy singkat. Karena selain tidak faham juga tidak popular membicarakan menghilangkan riba di tengah sistem ekonomi dunia hari ini. Kini, setelah ekonomi sosialis runtuh dan kapitalisme diambang kehancuran orang akan beralih pada sistem ekonomi yang diajarkan Islam. Termasuk pada penggunaan mata uang, Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin ekonomi dunia karena kandungan emas di dalam perut buminya. Sebab, ke depan orang akan beralih kepada emas daripada menyimpan uang kertas. “Mungkin saja ke depan Indonesia akan mencetak Rupiah emas yang berlaku dimana-mana,” Heppy memprediksi.

Di bagian akhir, Heppy yang juga Presiden IIBF ini mengingatkan bahwa Yuan China akan segera menyerupai dollar dan akan merepotkan Indonesia ke depan. Salah satu faktornya adalah kuatnya produk domestik negara tirai bambu itu yang hari ini sudah merambah ke seluruh dunia. Indonesia semakin terancam karena lemahnya produk domestiknya. Dan pasar Indonesia hari ini sudah dikuasai oleh produk-produk asing secara tidak terkendali. “Gerakan Beli Indonesia adalah jawaban atas situasi ini. Selain membangun karkater juga membangkitkan semangat pembelaan terhadap produk negeri sendiri. Sebab gerakan ini ada untuk membangun kejayaan ekonomi Indonesia ke depan,” kata Heppy mengakhiri. (AA)

Al Aqobah : Total Communication

Mampang X, 25/11/2011. “Pak Heppy, saya pernah mendengar tentang satu riwayat dimana Rosulullah berdoa agar dihidupkan sebagai orang miskin, mati sebagai orang miskin dan minta juga dikumpulkan bersama orang miskin di Mahsyar nanti. Bagaimana Bapak menjelaskan makna doa ini dengan apa yang diajarkan Pak Heppy untuk menjadi orang kaya?” Itulah pertanyaan seorang seorang anggota IIBF dalam kesempatan umroh bersama di Mekkah beberapa waktu lalu. Kisah itu diceritakan lagi oleh Presiden IIBF, Ir. H.Heppy Trenggono, MKom, dalam Majelis AlAqobah, Jum’at malam (25/11).

Doa itu adalah cara berkomunikasi kita dengan Tuhan kita. Selain kepada Tuhan kita juga harus berkomunikasi dengan diri sendiri (self communication) dan kepada orang-orang sekitar kita (communication to others). Komunikasi dibutuhkan oleh semua orang terlebih para pebisnis. Maka agar komunikasi kita powerfull maka kiita harus menguasai Total Communication. Total communication itu meliputi tiga komunikasi; komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi kepada Tuhan dan komunikasi kepada orang lain.

Pertama, komunikasi dengan diri sendiri. Orang-orang besar di dalam sejarah adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan komunikasi dengan diri sendiri. “Sukarno sudah berkomunikasi dengan dirinya sebagai presiden jauh sebelum dia menjadi presiden,” kata Heppy. Dalam bentuk yang lain komunikasi dengan diri sendiri itu adalah tafakkur atau berfikir. Rosul juga melakukannya dengan bertahannust di gua Hira jauh sebelum beliau diangkat menjadi Rosul. Apakah kita pernah melakukan untuk bisnis kita meskipun hanya sekedar menulis atau tentang target, strategi dan lain-lain. “Dalam banyak hal tidak banyak orang melakukannya. Padahal itu sangat penting sebagai bagian dari komunikasi kita dengan diri sendiri,” ungkap Heppy. Berkomunikasi itu harus dengan kata-kata dan ucapan yang baik. Makanya dalam pedang Rosul itu tertera kalimat, “ucapkanlah perkataan yang baik meskipun pada dirimu sendiri.” Komunikasi yang baik dengan diri sendiri akan memunculkan rasa percaya diri dan pendirian yang kokoh.

Kedua, komunikasi kepada Allah SWT. Di hadapan zat yang Maha Tinggi dan Agung kita harus berkomunikasi sebagai orang yang lemah, hina dan tak memiliki kekuataan apa-apa. “Rosulullah berdoa kepada Allah sebagai seorang yang miskin karena beliau membutuhkan pertolongan. Sebaliknya di hadapan manusia beliau selalu tampil sebagai orang kaya yang selalu memberi,” ungkap Heppy. Doa yang baik itu harus dilakukan dengan cara berdialog dengan rendah diri dan suara yang lembut. Orang-orang yang memiliki komunikasi yang hebat dengan Allah adalah orang-orang yang hidup hatinya. Tanda-tandanya apabila dia mudah menangis jika melihat kesulitan orang lain. Dalam banyak cara Allah juga sesungguhya berkomunikasi dengan kita. Tinggal apakah kita bisa menangkap sinyal komunikasi itu apa tidak. “Tanda-tanda pertolongan Allah itu datang didahului dengan kesulitan-kesulitan. Biasanya dalam bentuk orang-orang yang datang kepada kita,” kata Heppy. Orang yang datang itu lebih banyak sedang dalam kesulitan. Kita diuji apakah kita akan menolong orang itu atau tidak. Pertolongan itu akan datang apabila kita menolong orang lain terlebih dahulu.

Ketiga, komunikasi kepada orang lain. Komunikasi kepada orang lain dilakukan dengan meminta dan mempengaruhi (ask and influence). Maka ukuran kehebatan komunikasi kita kepada orang lain apabila orang mau melakukan apa yang kita minta. Orang mau melakukan apa yang kita minta bukan karena tekanan atau intimidasi tetapi mau dengan senang hati karena cara berkomunikasi kita. (AA)

1.200 Mahasiswa Nyatakan Komitmen Undip “Beli Indonesia”

Semarang, 12/06/2011. Kegelisahan tentang keadaan Indonesia hari ini sudah merambah kalangan mahasiswa. Kini, mahasiswa yang kerap menyebut dirinya sebagai agent of change dan social control merubah pola gerakan dari parliament on the street menjadi gerakan massif pembentukan karakter sosial. Gerakan parlemen jalanan di tahun 1998 yang dianggap mujarab untuk merubah arah perjalanan bangsa Indonesia sudah tidak efektif lagi untuk mencegah terjadinya abuse of power. Karena metode yang sama ternyata dilakukan semua komponen lapisan mulai dari buruh, petani, nelayan, pedagang hingga siswa SD. Maka sebagai kalangan terdidik mahasiswa harus tetap menjadi trend setter gerakan dan garda depan sebagai penjaga moral bangsa, seperti yang dilakukan oleh angkatan 1928 yang ditandai sumpah pemuda, angkatan 1945 dengan gerakan kermerdekaan, 1974 dikenal dengan Malari, 1966 peralihan Orla dan Orba , 1978 dengan NKK/BKK, dan angkatan 1998 dengan reformasinya.

Saat ini Indonesia berada dalam cengkraman Neokolonialisme yang menyebabkan bangsa ini kehilangan kedaulatannya. Lihat kekayaan alam kita berupa minyak bumi, gas, batu bara, emas, tembaga, nikel dan lain-lain yang terus terkuras setiap hari mulai dari Aceh hingga Papua. Laut kita menguap setiap tahun sebesar Rp. 50 triliyun karena illegal fishing nelayan-nelayan asing. Kehidupan kita, mulai dari tekstil, sabun, shampoo, pasta gigi, bahan-bahan makanan, buah-buahan, obat-obatan, teknologi hampir semuanya asing dan bukan milik Indonesia lagi. Dengan membanjirnya produk asing membuat kita kehilangan kehidupan karena pasar itu yang menentukan apa yang kita pakai dan kita konsumsi sehari-hari. Menguasai pasar dengan konsep bisnis hari ini mustahil dilakukan karena produsen asing memiliki uang dan produk yang kuat. Produk-produk baru yang diproduksi oleh anak-anak negeri terlindas dan dimatikan secara sistematis. Maka bertumbanganlah pengusaha-pengusaha Indonesia sebelum mereka tumbuh dan berkembang dan dengan sendirinya industri mati dengan membawa efek domino yang sangat panjang. Mulai dari PHK, para supplier yang ikut mati, pengangguran dimana-mana yang menyebabkan mereka pergi ke luar negeri menjadi TKI dan TKW. Penderitaan belum selesai karena diluar negeripun mereka mengalami berbagai siksaan bahkan tidak sedikit yang pulang dalam peti jenazah. Mengapa ini terjadi? karena kita sudah terjajah kehidupannya setelah pasar kita dikuasai orang lain.

Menyadari hal ini, Minggu siang, bertempat di gedung Prof. Sudarto, Undip, Tembalang, Semarang, 1.200 mahasiswa Universitas Diponegoro menyatakan komitmen untuk Beli Indonesia. Pernyataan komitmen ini ditandai dengan pembacaan statement bersama yang dipimpin oleh ketua BEM, Febri Taufiqurrahman, dan penandatangan komitmen pada selembar kain putih sepanjang 15 meter. Saat pembacaan statemen itu semua yang hadir membacakan sambil berdiri dengan jari telunjuk teracung sebagai simbol Beli Indonesia. Setelah itu secara berkelompok para mahasiswa naik ke atas panggung membubuhkan tandatangan pada selembar kain putih yang disiapkan panita diriingi dengan lagu-lagu perjuangan. Tri Yogi Sulistiani, ketua panitia acara ini menegaskan bahwa gerakan ini adalah gerakan moral untuk mengajak semua masyarakat Indonesia untuk ambil bagian dari dari gerakan ini. “Kita tidak ingin membiarkan keadaan ini terus terjadi dan kita berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Jika tidak sekarang kita berbuat akan banyak kesulitan-kesulitan yang terjadi ke depan,” katanya. Yogi menjelaskan bahwa acara ini sebagai bagian dari keterpanggilan mahasiswa terhadap persoalan bangsa hari ini. Banyak yang tidak tahu harus berbuat apa untuk memulai menyelesaikan masalah Indonesia saat ini. Maka Yogi menghimbau agar kampus-kampus lain di tanah air melakukan hal yang sama untuk mengembalikan kedaulatan negara ini dan menjadi bagian dari kejayaan Indonesia ke depan.

Presiden IIBF, Ir.H. Heppy Trenggono, MKom, yang berbicara dalam acara itu mengatakan bahwa Beli Indonesia adalah gerakan untuk mengajak semua rakyat Indonesia untuk membela bangsa sendiri. “Hari ini kita dihadapkan pada sebuah perang terbuka yang bernama pasar bebas. Padahal kita sangat tidak cukup kuat untuk menghadapi negara-negara besar seperti China yang unggul di setiap lini. Pasukan dan logistiknya kuat dengan pemimpin yang sangat menguasai taktik dan strategi. Dalam keadaan itu kita sok keren meladeni perang terbuka yang mereka tawarkan,” ungkap Heppy. Heppy menambahkan, jika kita kalah dalam jumlah pasukan, logistik dan lain-lain yang paling mungkin adalah perang gerilya. Tetapi karena ini sudah terlanjur perang terbuka dan sudah tidak bisa dihindari lagi maka kita terapkan Perang Semesta, yakni perang yang melibatkan semua komponen bangsa untuk ikut ambil bagian agar kita menang dalam peperangan ini.“Ibu-ibu, mahasiswa, ulama, birokrat dan lain-lain semua harus turun untuk membantu tentara dan pemimpin kita. Kalau tidak punya apa-apa ibu-ibu boleh bawa pentungan atau apa saja untuk menghalau musuh,” kata Heppy yang disambut tepuk tangan hadirin. Dalam bahasa bisnisnya, produsen luar boleh melakukan apapun atau promosi setinggi apapun untuk mempengaruhi rakyat kita agar membeli produknya. Tetapi keputusan ada di tangan kita akan membeli apa. “Nanti sepulang dari tempat ini sudah harus diperhatikan apa yang akan kita beli. Jangan mau gampangnya saja. Sebab jika selalu ingin gampang di depan biasanya kita akan sulit di belakang,” jelas Heppy.

Ada tiga jenis produk yang ada di pasar. 1. Produk A, yakni produk yang dibuat di Indonesia dan dimiliki oleh orang Indonesia. Ini namanya produk Indonesia. 2. Produk B, produk yang dibuat di Indonesia tetapi dimiliki oleh asing, ini namanya produk asing. 3. Produk C. Produk yang diimpor dari luar negeri. Apa yang harus kita lakukan terhadap produk-produk itu ketika akan membelinya. “Prirotas pertama adalah produk A. Prioritas kedua adalah produk A dan prioritas ketiga adalah produk A. Prioritas keempat baru produk B jika produk A benar-benar tidak ada. Prioritas kelima adalah produk C jika jika A dan B tidak ada,” kata Heppy. Mengapa begini? Karena yang ada terjadi di masyarakat Indonesia hari ini adalah sebaliknya. Produk C yang selalu dibeli dan produk A dilupakan. Padahal dengan membeli satu produk A sekecil apapun sudah banyak kebaikan yang ada di dalamnya. Kita sudah membela saudara sendiri yang membuat produk itu dan mengangkat perkeonomian negeri sendiri. “Produk asing artinya ekonomi asing dan produk Indonesia artinya ekonomi Indonesia,” jelas Heppy tegas.

Hasan Thoha,MBA, Owner dan CEO PT. Thoha Putra Semarang, pembicara kedua dalam acara itu menegaskan pentingnya mahasiswa menentukan pilihan ketika menjadi mahasiswa saat ini. Memilih menjadi entrepreneur adalah pilihan tepat karena Indonesia masih sangat banyak kekurangan pengusaha untuk mengangkat ekonomi Indonesia. “Secara teori , sebuah negara harus memiliki minimal 2 % entrepreneur untuk bisa menjadi negara maju. Semantara Indonesia baru 0,18% pengusahanya,” ungkap Hasan. Dan menjadi pengusaha itu harus berani memulai sejak sekarang. Memulai, lanjut Hasan, dari yang kecil agar kita bisa belajar dan menguasai bisnis itu. Banyak orang yang tidak mau memulai bisnis dengan alasan tidak memiliki modal. Padahal yang disebut modal itu tidak harus selalu uang. “Modal utama dalam bisnis itu adalah jujur dan amanah,” tegas Hasan. Uang yang banyak juga tidak akan kemana-mana bahkan bisa membuat masalah jika kita tidak jujur dan tidak amanah. Agar mudah menjalani bisnis pasar harus dikuasai dan jangan diserahkan kepada orang lain. Dan Beli Indonesia adalah sebuah gerakan untuk merebut kembali pasar Indonesia yang telah dikuasai asing. (AA)

Sukses Bisnis Bukan tentang Apa yang Anda Lakukan

Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, MKomp (President Director United Balimuda)


Ketika suatu saat Anda ingin menjamu orang yang sangat penting bagi Anda, apakah itu rekan bisnis atau teman lama atau customer Anda, restoran mana kira - kira yang akan anda pilih? Hampir dapat dipastikan anda akan memilih restoran yang terbaik bukan? Restoran yang berkelas, yang menyediakan makanan enak dengan suasana yang menyenangkan.
Dan yang hampir pasti anda tidak akan memilih Mc Donald untuk kepentingan Anda tersebut, karena Anda menganggap bahwa restoran yang terbaik itu jauh lebih baik makanannya ketimbang mc Donald. Di mc donald hanya ada ayam goreng biasa saja, seperti ayam goreng di restoran siap saji yang lain, tidak ada istimewanya, burgernya yang segede mangkok, kurang cocok untuk orang penting yang akan kita jamu.

Kalau kita perhatikan mengapa banyak restoran yang kita anggap istimewa di masa lalu sekarang banyak yang tidak kita lihat lagi keberadaanya? Mengapa diantaranya banyak yang gulung tikar sedangkan mc Donald yang sejak dulu kita kenal, yang makanannya biasa-biasa saja itu masih terus mencetak uang bermilyar-milyar jumlahnya sampai hari ini. Saya punya teman salah satu pemasok ayam di salah satu gerai mc Donald yang buka 24 jam, dia mengatakan penjualan gerai itu saja memerlukan ribuan ekor ayam setiap harinya!

Banyak orang menganggap bahwa sukses bisnis sangat tergantung dari produk apa yang kita jual ke pasar, mereka menganggap bahwa semakin unik ide kita maka semakin besar peluang untuk sukses. Sehingga apa yang banyak dilakukan orang adalah mencari ide bagus, ide cemerlang, sesuatu yang belum ada di pasar, produk yang benar - benar unik.

Banyak orang yang terjebak dalam ide yang mereka kembangkan sendiri. Seseorang dengan idenya ibarat seorang ibu dengan bayinya, mereka sangat mencintainya dan selalu menganggap ide mereka adalah ide terbaik. Mereka menganggap bahwa ide tersebut yang akan mengantarkannya kepada sukses dalam berbisnis.

Kenyataannya tidak semua ide bagus mengantarkan kita pada sukses bisnis, bahkan dalam banyak kasus ide bagus membuat kita berdarah-darah, meluncurkan produk yang sama sekali belum dikenal pasar membutuhkan ekstra tenaga yang luar biasa. Pasar yang belum siap akan menjadi persoalan besar untuk kelangsungan bisnis kita.

Apapun bisnis yang dijalankan, ada yang berhasil berkembang dengan baik dan ada yang mati di tengah jalan, ada yang menghasilkan uang buat kita dan ada yang justru menghabiskan uang kita.

Kita lihat berapa banyak restauran padang yang ada di sekitar kita, berapa banyak warung tegal yang ada di sekitar kita, berapa banyak perusahaan yang menjual kacang tanah, menjual kripik, menjual air minum? mereka bukan pemain tunggal, dan yang pasti mereka tidak mengandalkan ide bagus sebagai produknya.

Namun mengapa banyak diantara mereka yang berguguran? Atau mungkin diantara mereka ada yang berguguran karena produknya yang jelek? Mengapa diantara mereka banyak yang berhasil? Kunci sukses dalam bisnis tidak tergantung dari "apa yang anda lakukan", tetapi sangat tergantung dari "bagaimana anda melakukannya".

Kalau anda akan memulai bisnis, ambilah salah satu produk yang anda kenal dengan baik, produk yang benar-benar diinginkan oleh pasar, produk yang jelas-jelas akan dibeli oleh customer, yang sudah ada pasarnya, yang pasarnya sedang berkembang, bangunlah keunggulan dengan cara "bagaimana anda melakukannya"

Pelajarilah bagaimana pemain bisnis sukses dalam menjalankan bisnisnya, bagaimana cara mereka memperlakukan pelanggannya, bagaimana cara mereka melakukan pemasaran, bagaimana mereka berhubungan dengan suppliernya, bagaimana cara mereka merekrut dan memilih team mereka, bagaimana mereka membangun corporate culture, itulah yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah bisnis. *)


Sumber: Republika Online | Selasa, 11 Agustus 2009

Ilmu dan Keterampilan Bisnis

Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [Presiden Direktur United Balimuda]


Ada banyak alasan mengapa kita memulai bisnis. Namun ada tiga alasan utama yang membuat kita mau memulai bisnis. Tiga alasan itu adalah Financial Freedom, Passive Income, dan More Time.

Financial Freedom, kita memulai bisnis karena keinginan kita untuk terbebas dari masalah keuangan dan keterbatasan kemampuan keuangan. Kita ingin mampu memiliki segala sesuatu sesuai dengan keinginan, misalnya ingin membeli rumah bagus, kendaraan, atau baju bagus tanpa harus menunggu saat ada diskon. Atau ingin makan di restaurant favorit bersama keluarga dan bebas memilih makanan kesukaan tanpa harus melihat besaran angka yang ada di sebelah kanan menu yang kita inginkan.

Passive Income, dengan memilili bisnis kita membayangkan akan memiliki penghasilan tanpa harus selalu bekerja untuk mendapatkannya. Kita ingin bisnis yang kita miliki mengirimkan uang secara terus menerus. Ingin memiliki pendapatan yang terus mengalir selagi kita berlibur, selagi kita bepergian, bahkan kalau perlu selagi kita tidur.

More Time, hampir sebagian besar orang yang memulai bisnis membayangkan akan memiliki waktu yang lebih fleksibel. Tidak seperti ketika masih menjadi pekerja yang sangat terikat dengan aturan dan disiplin, harus masuk sesuai jam kerja lima hari dalam seminggu, bahkan kadang - kadang harus masuk di hari libur. Dengan memiliki bisnis sendiri kita berharap bisa berlibur kapan saja, mengantar dan menjemput anak ke sekolah, pulang kampung (buat saya sesuatu yang istimewa), atau mau melakukan apapun kapan saja tanpa harus izin sakit, izin ke ini, izin ke itu yang tidak menyenangkan sama sekali.

Setelah kita memulai berbisnis, hampir semua entrepreneurs yang saya jumpai dan termasuk saya tentunya pada awal - awal saya berbisnis, bukannya mendapatkan tiga hal di atas malah justru semakin jauh dari yang kita harapkan. Bukan Financial Freedom yang kita dapatkan malah semakin hari semakin banyak utang yang kita gali, bisnis seolah-olah tak pernah henti-hentinya membutuhkan tambahan modal.

Bulan lalu kita menyuntik dana, bulan ini tak terhindarkan lagi kita harus mencari utang kesana kemari untuk menutupi cash flow, kalau tidak kita tutupi maka karyawan tidak gajian, maka supplier tidak akan mengirimkan lagi barangnya kepada kita, dan begitulah terus tanpa ada hentinya sehingga hutang semakin dalam.

Passive Income? Kita sudah lupa lagi bahwa kita pernah membayangkan memiliki passive income dari bisnis, karena setiap hari kita selalu disibukkan dengan berbagai persoalan. Bulan lalu penjualan merosot sehingga bulan ini kita harus fokus untuk membenahi penjualan. Ketika penjualan mulai kita tangani dan membaik muncul masalah piutang yang membengkak sehingga cash flow kita terganggu. Besok, inventory kita yang terlalu tinggi dan macet di gudang, dan lagi- lagi cash flow selalu menjadi masalah.

Kita jadi frustasi karena tim kita sangat tergantung dengan kita, tidak bisa memutuskan sendiri, tidak ada inisiatif, harus selalu kita kejar-kejar, bahkan banyak perintah-perintah kita yang tidak berjalan atau tidak dijalankan. Bukannya passive income yang kita dapat tetapi very very very active income yang ada.

Setelah berbisnis, bukan More Time atau waktu berlebih yang kita dapatkan, kita bahkan sudah tidak bisa lagi pulang sore seperti ketika kita menjadi pegawai dulu. Sabtu dan minggu kadang kadang harus mengurusi bisnis, waktu untuk keluarga terganggu, libur menjadi barang mahal bagi kita. Ketika menjadi pegawai, kita senang kalau ada tanggal merah. Namun, setelah jadi entreprenuer justru sebaliknya, sebal kalau ada tanggal merah, karena yang lain libur kita tetap memikirkan pekerjaan sendirian.

Banyak entrepreneur yang kehilangan orientasi dalam berbisnis karena semakin peliknya situasi, semakin dalamnya permasalahan dan semakin kompleksnya proses bisnis yang dihadapi seiring dengan bertumbuhnya bisnis yang dimiliki. Umumnya entrepreneur memulai bisnis dengan bekal semangat dan mimpi besar, dan terus demikian semakin lama bisnisnya bertumbuh tanpa mengimbangi dirinya dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam berbisnis secara memadai.

Kalau kita lihat berbagai profesi yang ada dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, menjadi dokter, pengacara, dosen, guru, bahkan tukang kayu, tukang las, ataupun pengemudi, semuanya memerlukan bekal pengetahuan dan keterampilan. Pengemudi perlu pengetahuan tentang jalan-jalan, pengetahuan tentang kendaraan yang dibawanya, dan juga perlu keterampilan dalam mengemudi, menghadapi kemacetan, melewati jalan menanjak, dan memberhentikan kendaraannya dengan aman.

Demikian juga dengan entrepreneur, kita tidak dapat membangun bisnis sesuai dengan keinginan kita tanpa pengetahuan dan keterampilan, membangun bisnis yang menjadi mesin pencetak uang bagi kita, bisnis yang jalan tanpa setiap saat mengharuskan kehadiran kita, dan bisnis yang bisa mengantarkan kita meraih impian-impian kita.

Pengetahuan dan Keterampilan, itulah kuncinya. Menjadi entrepreneurs dituntut untuk selalu menuntut ilmu dan belajar, tidak hanya belajar dari pengalaman kita sendiri tetapi juga harus belajar dari pengalaman orang lain, dengan membaca buku, majalah, atau mencari mentor dari entrepreneur yang sudah berhasil membangun bisnis. Dengan pengetahuan dan ketrampilan yang kita miliki sebagai entreprenuer kita akan terhindar dari berbagai persoalan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. *)


Sumber: Republika | 15 Juli 2009

Membuat Produk yang Bakal Meledak!

Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


SUATU pagi di bulan Juni lalu, Sodik yang datang bersama beberapa pengusaha Semarang menemui saya ketika saya baru mendarat di airport Ahmad Yani untuk sebuah acara yang mereka adakan. Dia bertanya kepada saya sambil membawa sebuah produk,

"Pak Heppy ini produk yang baru saya kembangkan, sirup jahe pak, kira-kira bisa meledak nggak pak, produk ini baru lho pak masih belum beredar di pasaran" begitu kira-kira yang dia sampaikan kepada saya.

Saya sempat mencicipi sirup jahe yang dibuat Sodik itu. Menurut saya rasanya enak sekali karena kebetulan saya juga sangat menyukai wedang jahe dari dulu. Produk ini juga praktis dan mudah disajikan setiap saat. Dan yang penting lagi produk ini dibuat dengan biaya produksi yang sangat kompetitif per botolnya, sehingga dengan harga jual yang tidak terlampau tinggi bisa mendapatkan margin yang cukup bagus.

Apakah produk ini akan meledak dan menghasilnya uang buat kita? Apakah produk ini akan disukai masyarakat? Jawabnya adalah mungkin ya dan mungkin tidak!
Kesalahan yang sering kali kita lakukan dalam meluncurkan produk atau jasa adalah kita menganggap bahwa kita tahu apa yang diinginkan oleh target market kita. Bagaimana kita tahu sedangkan customer sendiri tidak tahu apa yang mereka inginkan. Kalau kita tahu apa yang customer inginkan tentu bisnis menjadi sangat mudah bagi kita, dan kalau customer tahu apa yang mereka inginkan maka bisnis juga menjadi mudah buat kita.

Sebelum memulai meluncurkan sebuah produk langkah yang paling aman untuk kita lakukan adalah dengan mencari tahu dulu apa yang customer inginkan. Find out what they want! Bicaralah dengan target market, dengan calon customer yang akan kita bidik sebagai sasaran pemasaran produk anda.

Apa yang membuat mereka sakit, apa yang mengkhawatirkan mereka, apa yang membuat mereka frustasi, apa yang membuat mereka merasa senang, merasa aman, merasa terpenuhi, sehingga anda benar-benar tahu produk seperti apa apa yang harus anda buat dan lebih penting lagi anda tahu apa yang harus anda komunikasikan kepada target market anda tersebut.

Sebagian besar orang memulai dengan pengembangan produk dan kemudian menjualnya, dan baru mengetahui apakah customer menginginkannya atau tidak setelah barangnya laku atau tidak. Banyak kegagalan bisnis terjadi karena pendekatan yang digunakan terbalik. Mereka meluncurkan produk yang tidak diinginkan oleh target market. Mereka mengandalkan inovasi dan kreatifitas yang didasarkan pada obsesi diri sendiri bukan obsesi customer. Namun banyak sukses bisnis dilahirkan dengan produk-produk yang sederhana bahkan beberapa terkesan tidak bermutu, namun kenyataannya produk tersebut diserbu oleh customer.

"Tara Nasiku" adalah contoh sebuah produk yang dilahirkan oleh pemain besar di industri consumer goods di negeri ini dan telah menyedot bermilyar-milyar biaya pemasaran untuk meng-edukasi masyarakat. Namun hari ini kita lihat "Tara Nasiku" tidak dibeli oleh target market, kenapa? Karena target market tidak menginginkannya!

Selalu ada cara untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh customer, tidak mudah memang, tapi membangun produk dengan asumsi kita mengetahui apa yang customer inginkan adalah sebuah risiko tinggi!

"Jadi bagaimana dengan sirup jahe saya pak? Apakah akan meledak?"


Sumber: Republika | Kamis, 20 Agustus 2009

Keluar dari Kemelut

Biasanya, di tengah perayaan kemerdekaan bulan Agustus timbul pertanyaan yang selalu diulang: benarkah kita merdeka? Pertanyaan itu, tentu saja, retoris. Tapi pertanyaan itu penting kita ajukan demi menguji seberapa jujur kita menanggapi keadaan bangsa ini yang sebenarnya. Pasalnya, setelah 64 tahun merdeka bangsa ini masih tertatih-tatih mengejar ketinggalan. Dan itu dipicu oleh pemerintah yang hingga saat ini belum juga memenuhi sejumlah hak-hak mendasar warganya seperti pendidikan murah dan pemerataan ekonomi masyarakat. Padahal, kita memiliki sumber daya alam yang sangat potensial untuk menjadi modal agar bangsa ini maju.

Tak ada yang tak ingin menjadi bangsa maju. Tapi kenapa ada negara yang luasnya tak seberapa seperti Belanda dan tak memiliki sumber daya alam bisa maju sementara Indonesia yang luas dan memiliki sumber daya alam melimpah masih tertatih-tatih? Hal ini membuat pengusaha muda seperti Heppy Trenggono kaget sekaligus kecewa.

Ia tak habis pikir, Indonesia pernah ditaklukkan oleh Belanda yang negaranya lebih kecil dari Indonesia. Selama lebih dari 350 tahun pula. Meski kecewa, ia tak lantas mengeluarkan sumpah serapah atau aksi mengutuk Belanda. Ia justru menawarkan jalan keluar. Setelah lama menimbang kelebihan dan kekurangan negeri ini, ia pun menuliskan tawarannya itu dalam buku Menjadi Bangsa Pintar.

Menurut Presiden Direktur United Balimuda itu, kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh mentalitasnya, cara berpikirnya. Indonesia, katanya dengan optimis, sangat bisa dan mampu berjaya kembali. Karena dalam sejarahnya Indonesia memang memiliki trah sebagai bangsa pintar dan pernah jaya. Banyak kisah menggetarkan yang lahir dari bangsa ini. Simak saja Kerajaan Majapahit. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, kekuasaan Majapahit melebar ke negeri jiran seperti Tumapel (sekarang Brunei Darussalam). Itu dari sejarah Nusantara, sedangkan dari masa kemerdekaan kita melihat mentalitas itu dari sosok Soekarno dan Sjahrir.

Pada 1955, Soekarno memprakarsai Konferensi Asia-Afrika di Bandung; Sjahrir berjuang melalui diplomasi di luar negeri dan pernah memukau anggota PBB ketika ia mempromosikan kemerdekaan Indonesia. Mereka memiliki mentalitas maju, mentalitas sebagai bangsa unggul. Mereka berdua tidak ingin bangsa Indonesia terus-menerus berada dalam cengkeraman kaum kolonialis. Indonesia harus merdeka. Tapi sayang, mentalitas itu tidak dimiliki para pemimpin setelahnya. Oleh karena itu, bangsa ini terus-menerus terpuruk ke dalam jurang krisis.

Penyebab utama krisis itu adalah karena sebagian besar kita, terutama elite politik, mengidap mental indolance, yaitu kondisi mentalitas bangsa yang berfikir dan bersikap atas sesuatu masalah dengan cara meniru pada kebiasaan-kebiasaan sebagaimana yang dilihat, dan akhirnya membentuk pola pikir. Karena korupsi sudah sistematis, maka banyak orang menganggap korupsi adalah hal yang wajar. Inilah yang disebut mental indolance.

Untuk menghidupkan kembali kejayaan bangsa ini sebenarnya mudah saja. Syaratnya, kita harus mengelola segala yang kita miliki dengan baik, entah itu sumber daya alam atau sumber daya manusia. Namun, mula pertama kita harus mengubah mentalitas, cara berpikir kita. Untuk bisa memajukan bangsa ini, kita harus mengubah cara pandang agar menjadi bangsa pintar.

Dalam buku ini, Heppy Trenggono memaparkan sejumlah cara pandang agar kita menjadi bangsa maju. Misalnya, kita harus meyakinkan diri bahwa kita adalah bangsa yang menjadi pemain, bukan penonton. Bahwa hidup adalah permainan, banyak sudah orang mengamininya. Tapi satu hal yang alpa, bahwa konsep itu mengandaikan adanya penonton. Tak mungkin ada permainan tanpa ada penonton. Dalam hal ini, di antara kedua posisi itu tentu pemainlah yang memegang peran utama. Pasalnya, ia yang menentukan permainan. Apakah hendak dibuat indah, mencengangkan, ataupun menegangkan. Sementara penonton tidak lebih dari sekedar berkomentar.

Dalam hal ini, kita patut acungkan jempol kepada presiden pertama kita, Soekarno, atau perdana menteri pertama, Sjahrir, yang telah berjasa mengharumkan Indonesia ke dalam percaturan internasional. Mereka berdua adalah sosok pemimpin yang memiliki mentalitas maju, yang ingin menjadi pemain dan tidak hanya menonton.

Selain itu, kita juga harus memantapkan jalan kita saat ini sebagai bangsa penjual bukan pembeli. Pemerintah harus mulai memikirkan pengelolaan sumber daya alam oleh bangsa sendiri untuk dijual ke pasar luar negeri sebagai barang jadi, dan bukan sebaliknya menjual bahan mentah (barang modal) lalu membeli barang jadi. Bukankah aneh, di satu sisi bumi Indonesia adalah ladang minyak, tapi di sisi lain Indonesia adalah pengimpor minya terbesar di dunia. Kondisi ini ironis, sebab minyak yang kita beli itu sebagian berasal dari perut bumi kita sendiri.

Kehadiran buku ini kian menambah ragam solusi bagi bangsa ini untuk keluar dari kemelut. Kelebihannya, buku ini menawarkan solusi sederhana, dan karena itu sangat mudah untuk dipraktikkan. Inilah yang membedakan buku ini dari buku-buku mengenai kebangsaan dan keindonesiaan lainnya yang rata-rata merupakan buku “serius”. Karena disajikan secara ringan disertai nuansa reflektif, buku ini bisa dinikmati dengan santai tanpa perlu “memeras” otak. Tetapi sayang, kenikmatan membaca akan sedikit terganggu akibat penyuntingan naskah yang kurang ketat hingga di sana-sini terdapat banyak kesalahan ketik.

_________________________________

Data Buku
Judul : Menjadi Bangsa Pintar
Penulis : Heppy Trenggono
Editor : Arif Ma’ruf Suha, dkk.
Penerbit : Penerbit Republika
Cetakan : I, Juli 2009
Ukuran : 20,5 x 13,5 cm
Tebal : vi + 164 halaman
ISBN : 9789791102605

Mengungkap Keinginan Konsumen

Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


Ibu Susi, seorang pengusaha di Tanjung Priok, Jakarta, yang menekuni produksi sabun cair berbagai jenis menanyakan kepada saya tentang strategi yang harus dilakukan agar produk - produkya laku di pasar. Pasalnya, usaha yang digelutinya selama ini tidak mengalami kemajuan yang berarti setelah beberapa tahun ditekuni.

Saat ini beliau sedang menyiapkan produk baru dalam kemasan yang berbeda yaitu sabun cair kemasan 1 liter. Pertanyaan beliau kepada saya "apakah langkah saya sudah tepat? Menurut pak Heppy apakah produk ini akan mampu meningkatkan omzet perusahaan saya secara signifikan?"

Inovasi, seperti yang dilakukan oleh Ibu Susi adalah sebuah keniscayaan dalam bisnis, malahan kalau kita hendak menyederhanakan pemikiran, berbicara mengenai fungsi bisnis sebenarnya hanya ada dua saja yaitu Inovasi dan Marketing.

Inovasi harus selalu dilakukan karena pasar selalu bergerak, kompetisi selalu bergerak, dan keinginan konsumen juga selalu bergerak. Kalau Indofood, Wingsfood, Unilever, dan pemain-pemain yang sudah besar juga melakukan inovasi dan meluncurkan produk-produk baru setiap hari mengapa kita tidak?

Sekarang pertanyaannya adalah apakah produk baru kita akan diterima pasar dan mampu mendongkrak penjualan kita atau tidak? Inovasi yang akan menghasilkan produk yang disukai konsumen adalah inovasi yang terjadi di pasar, bukan yang terjadi di laboratorium. Saya sering mengatakan bahwa salah satu kegagalan bisnis adalah karena obsesi kita kepada produk yang akan kita jual, karena kita terlalu menyukai ide kita, kita menganggap bahwa ide kita adalah ide yang brilian.

Artinya, banyak kegagalan bisnis yang disebabkan karena produknya sangat disukai oleh kita sendiri tetapi tidak disukai oleh konsumen! Inovasi yang efektif adalah inovasi yang merupakan hasil perbincangan kita dengan konsumen, hasil "conversation" dengan mereka, hasil dari proses untuk mengetahui apa "keinginan tersembunyi" mereka.

Banyak pendekatan yang biasa dilakukan oleh perusahaan dalam melahirkan produk dan jasa, untuk mengetahui customer behaviour dan mendapatkan consumer insight dengan berbagai pendekatan, mulai dari memakai jasa survey yang sangat mahal, melakukan focus group discussion sampai dengan metode kuesioner yang banyak kita jumpai.

Begitu pentingnya pekerjaan mengetahui "keinginan konsumen" ini bahkan beberapa perusahaan memiliki organisasi tersendiri dan anggaran yang sangat besar untuk urusan ini. Unilever membangun organisasi yang melibatkan 400 Insight Manager dengan investasi tak kurang dari 300 juta Euro.

Lantas, apakah kita juga harus melakukan dengan anggaran yang begitu besar untuk berhasil? Jawabannya tentu tidak! Bahkan semua metode yang kita sebutkan di atas tidak menjamin bahwa kita mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen.

Pendekatan formal seperti yang saya sebutkan di atas bahkan cenderung melewatkan hal-hal yang sebenarnya terjadi di lapangan, apalagi jika semua pendekatan formal tersebut dihubungkan dengan iming-iming insentif yang akan diberikan kepada responden.

Apa yang harus Ibu Susi lakukan adalah "berbicara dengan konsumen", Ibu Susi harus selalu memasang mata Ibu, memasang telinga Ibu, dan menghidupkan hati ibu untuk selalu memantau apapun yang berhubungan dengan keinginan konsumen, motivasi konsumen, ataupun ketidak puasan konsumen.

Melakukan "pembicaraan dengan konsumen" yang saya maksud adalah melakukan pembicaraan dengan sebenarnya, dengan cara yang natural, berbicara ketika mereka berbelanja, ketika mereka mencuci, ketika mereka arisan, ketika mereka mengembalikan produk, ketika mereka mengantarkan anak di sekolah. Apapun, intinya ketika mereka dalam situasi natural sehari-hari, mengamati mereka dalam habitat aslinya.

Perusahaan-perusahaan besar di dunia melakukan hal tersebut, bahkan ada di antara mereka yang menugaskan Direksinya untuk tinggal selama beberapa minggu di rumah konsumen untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan dan mengetahui keinginan tersembunyi mereka.

Dalam melahirkan dan melakukan inovasi produk pada salah satu perusahaan saya Balimuda Food yang memproduksi berbagai makanan seperti mashed potato merk POTAYO, kripik kentang asli merk DIENG, dan berbagai produk lainnya yang dikembangkan. Data dari lembaga survey saya gunakan pada saat saya memilih produk pertama kali, pada saat product invention, terutama untuk mengetahui market size dan growth-nya, namun selebihnya saya lebih mengandalkan "conversation with customer". Buat saya, hal ini lebih murah, lebih akurat, lebih insightful, dan lebih menggairahkan karena saya dapat melihat ekspresi mereka ketika mereka berbicara.

Semakin banyak kita "berbicara dengan konsumen" semakin kita bisa merasakan kepedihan mereka, semakin jelas kita mengetahui apa yang diinginkan oleh mereka. Bagaikan melihat lukisan mozaik, semakin banyak partikel yang membentuk lukisan tersebut maka semakin jelas bentuk lukisan yang dihasilkan.

Mengetahui apa yang diinginkan konsumen bukan pekerjaan mudah, namun juga tidak selalu mengharuskan penggunaan metodologi yang rumit. "Berbicaralah dengan mereka", ketahui keinginan mereka. Mengetahui apa yang diinginkan konsumen, menyiapkan produknya, dan memberikan produk tersebut kepada mereka, itulah kunci sukses bisnis anda!


Sumber: Republika | Senen, 31 Agustus 2009