Kamis, 22 Desember 2011

Ekonomi Indonesia Bergerak Ke Arah Kapitalisme - Liberal

Solo, 23/06/2011. Dalam sistem kapitalisme negara tidak campur tangan dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sementara dalam sistem liberal salah satu indikatornya adalah banyaknya asset-aset strategis negara yang dijual bebas kepada pihak asing. “Kedua ciri-ciri ideologi itu ada dalam sistem ekonomi Indonesia saat ini,” ungkap DR. IR. H. Dwi Condro Triono, MAg, Ahli Ekonomi Makro dari lajnah khusus intelektual HTI. Dwi mengungkapkan hal itu di depan peserta talkshow di arena Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia, (KKEI) Solo, Jateng. Negara saat ini membiarkan masyarakat bertarung bebas dengan pelaku ekonomi dari negara lain tanpa memberikan proteksi. Bahkan ada kesan memihak kepada para pemain asing melalui beberapa keputusan menteri . “Pasar bebas yang diterapkan hari ini ibarat pertandingan tinju tanpa kelas. Seorang petinju kelas bulu dimasukkan dalam satu ring dengan petinju kelas berat tanpa wasit lagi, “ Dwi mengilustrasikan. Maka Dwi mengaku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengah nasib bangsa ini di tahun 2015 ketika pasar bebas regional Asia sudah berlaku. Dan semakin tidak terbayangkan seperti apa Indonesia di tahun 2020 ketika pasar bebas dunia sudah berjalan efektif.

Dalam ekonomi, menurut Dwi ada hukum yang berlaku yakni barang itu akan dibeli oleh konsumen jika barang itu memiliki kulaitas yang bagus dan harganya rendah. Namun di Indonesia yang terjadi sebaliknya, banyak barang-barang dari luar yang kualitasnya buruk, mengandung racun berhaya dan harganya tinggi tetapi sangat laku dibeli konsumen. “Ini ada yang tidak beres dalam ekonomi makro Indonesia saat ini,” jelas Dwi. Kebijakan-kebijakan ekonomi makro Indonesia hari ini tidak memiliki arah yang jelas dan sangat kentara adanya intervensi pihak asing. Intervensi dan tidak adanya prinsip yang jelas itulah yang membuat Indonesia hari ini dalam keadaan terjajah kehidupannya karena pasarnya sudah tercaplok asing. Perilaku pasar dalam negeri sangat berkait erat dengan kebijakan makro negara itu. Dan yang paling berperan dalam membuat kebijakan makro ekonomi adalah pemerintah sebagai regulator yang mengatur tentang keluar masuk barang dari dank e luar negeri. Maka ketika ada penyimpangan dalam perilaku konsumen Indonesia yang berlawanan dengan hukum ekonomi itu adalah indikasi bahwa ada yang tidak beres dalam pemerintah kita hari ini dalam mengelola ekonomi.

Presiden IIBF, Heppy Treggono yang menjadi pembicara dalam forum yang sama menegaskan bahwa ketidakberesan dalam makro ekonomi Indonesia saat ini karena kita tidak piawai secara ekonomi. Padahal menurut Heppy permainan kehdiupan itu adalah permainan ekonomi . Apapun isu yang dikeluarkan oleh negara-negara kuat termasuk aksi militernya terhadap negara lain adalah untuk mendukung kebijakan ekonominya. “Globalisasi ekonomi, demokrasi, hak azazi manusia itu bukan isu murni tanpa agenda ekonomi di belakanyanya. Karena faktanya negara yang paling keras suaranya menyuarakan isu-isu itu adalah yang paling banyak melanggar,” ungkap Heppy. Mengapa Indonesia tidak piawai dalam permainan ekonomi? Karena di Indonesia terjadi kekurangan mindset kewirausahaan (entrepreneurship) di semua lini. Entrepereneurship itu, lanjut Heppy tidak hanya dibutuhkan oleh pengusaha saja tetapi oleh semua orang terlebih-lebih para pemimpin. Maka ketika negara tidak dikelola secara entrepreneur maka negara itu akan mengalami masalah terutama ekonominya. “Bagaimana bisa terjadi bahan-bahan baku yang berasal dari Indonesia yang dijual dengan harga murah dan masuk kembali ke Indonesia menjadi barang jadi dengan harga yang berpuluh-puluh kali lipat,” kata Heppy . Bahkan menurutnya, banyak barang yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia kemudian hanya diberi merek oleh negara lain dijual di pasar Indonesia dengan harga yang berlipat- lipat. Itu bisa terjadi di Indonesia karena kita tidak piawai dalam permainan ekonomi dan hanya menjadi obyek dan sasaran permainan orang lain. Heppy mengkhawatirkan jika hal ini terus dibiarkan akan terjadai masalah sosial yang serius sebagai akibat lanjut dari masalah ekonomi .

Di bagian lain, Dwi Cahyo mengungkapkan, bahwa hari ini ada kesadaran global akan adanya ketidakadilan ekonomi dunia. Amerika sebagai satu-satunya negara yang boleh mencetak uang dan menjualnya ke seluruh dunia. “Uang dollar itu kan kertas yang ongkos cetaknya haya $ 4 sen per lembarnya. Dan dengan kertas itu dia bisa menguasai kekayaan negara lain. Dengan kertas itu dia bisa mengambil sebanyak-banyaknya kekayaan negara lain. Barang-barang tambang milik Indonesia hanya ditukar dengan kertas,” kata Dwi. Dalam pertemuan G20 di Francis Mei 2011 mulai ada penjajakan sistem ekonomi yang tahan goncangan karena sistem yang mereka anut selama ini ternyata selalu mengalami krisis dalam periodik tertentu. Mulai ada ketidakpercayaan terhadap sistem kapitalis dan liberalisme ekonomi. Maka Dwi mengatakan sangat heran kepada Indonesia yang justru menggiring ekonominya ke dalam sistem yang di negara asalnya sendiri sudah tidak dipercaya. (AA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar