Kamis, 22 Desember 2011

“Seandainya Saya Tahu Beli Indonesia Dari Dulu ...”

Semarang, 12/06/2011. Birokrat senior itu beranjak dari kursinya maju ke depan meraih mic yang diberikan panitia. Dia merupakan salah satu dari sejumlah tokoh dan pengusaha senior Jawa Tengah yang hadir pada acara ramah-tamah di hotel Semesta Semarang, malam itu. Dia akan memberi tanggapan terhadap presentasi Beli Indonesia yang baru saja disampaikan oleh Presiden IIBF, Ir.H.Heppy Trenggono, MKom. Dalam pengantarnya dia menceritakan tentang perjalanan kariernya mulai dari seorang akademisi, wakil gubernur bahkan sempat menjadi penjabat Gubernur Jawa Tengah ketika Mardiyanto, Gubernur Jawa Tengah ketika itu ditarik ke pusat sebagai Mendagri. “Saya ini selama 2 tahun adalah pengajar kepemimpinan untuk jajaran eselon dua di seuruh Indonesia. Materinya tentang Good government dalam menyambut ACFTA, ya semacam persiapan atau prakondisi birokrasi Indonesia untuk menghadapi pasar bebas,” kata Ali Mufidz, Birokrat senior itu. Menurutnya, setelah mendengar penjelasan tentang Beli Indonesia tadi ada rasa sesal dalam dirinya karena dulu mengira pasar bebas itu banyak keuntungannya untuk Indonesia. Namun ternyata sebaliknya, lebih banyak mudhorat daripada manfaatnya.

Saat itu, kata mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah ini, tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan, dan semua orang mengira itulah yang harus terjadi dan baik untuk kita lakukan. “Seandainya saya tahu Beli Indonesia ini dari dulu, maka pasti saya tidak akan mengajarkan seperti apa-apa yang ajarkan dulu,” kata Ali Mufidz dengan nada sesal. Ali menilai bahwa Beli Indonesia sebagai social movement atau gerakan kerakyatan untuk mengembalikan jati diri kita sebagai bangsa. Maka, katanya, gerakan ini harus kita dukung sebab percuma saja pemerintah membangun ekonomi tetapi produk kita tidak ada yang terjual. Produk tidak laku maka pabrik akan mati. Pabrik mati, lapangan pekerjaan semakin sempit, sementara setiap tahun perguruan tinggi mengeluarkan ratusan ribu sarjana-sarjana baru yang perlu tempat untuk mereka bekerja. Karena lapar itu tidak bisa menunggu. Jika tidak tersedia lapanga kerja akan memicu keresahan social. “Maka daripada kita ribut-ribut menyampaikan ke pusat lebih baik kita dorong gerakan ini menjadi gerakan besar untuk membuat perubahan di dalam diri bangsa ini,” kata Ali bersemangat.

Dalam keadaan semua orang bingung harus berbuat apa untuk bisa keluar dari masalah yang ada di Indonesia saat ini, Ali menyebut sekarang sebagai moment yang tepat untuk mendorong gerakan Beli Indonesia. “Wis wayahe,” katanya dalam bahasa Jawa. “Pak Heppy, karena njenengan sudah memulainya maka bapaklah yang harus di depan untuk membawa gerakan ini, “ kata Ali sambil menoleh ke arah Heppy Trenggono yang menjawab dengan anggukan kecil. Ali kemudian meminta kepada semua tokoh dan pengusaha yang hadir dalam ruangan itu untuk ikut dan mendukung gerakan Beli Indonesia ini. Dengan yakin Ali mengatakan bahwa Beli Indonesia adalah sebuah jawaban atas keresahan yang dirasakan oleh semua lapisan msayrakat hari ini. Orang tahu masalahnya tetapi tidak tahu harus berbuat apa, bagaimana dan darimana memulainya. Baginya Ali, mendukung gerakan ini sebagai penebusan terhadap apa yang dia lakukan dimasa lampau.

Selain Ali Mufidz yang berkesempatan memberi respon terhadap presentasi Beli Indonesia adalah dua orang pengusaha senior kota Semarang, Joko Wahyudi dan Hasan Thoha. Dalam tanggapannya Joko Wahyudi menggarisbawahi tentang beberapa data yang disampaikan dalam presentasi itu. “Saya ini seorang pengusaha yang juga bermain di farmasi tapi kalah dengan produk-produk dari luar negeri. 100% apa yang disampaikan Pak Heppy tadi benar adanya. 92% pasar farmasi itu dikuasai asing. Maka tidak ada cara lain untuk merebut kembali pasar kita kecuali dengan mendukung gerakan ini,” kata pengusaha berambut putih ini. Ketua Apindo Jawa Tengah ini juga meminta agar gerakan ini terus dikampanyekan kepada seluruh rakyat Indonesia karena saat ini masyarakat kita terlena dengan apa yang ada di depan mata yang biasa mereka lihat di media atau di papan reklame, tanpa ada yang memberi tahu apa yang seharusnya mereka lakukan untuk diri dan bangsanya. “Pak Heppy, saya mendukung penuh gerakan ini dan saya siap untuk di belakang anda,” kata Joko sambil mengepalkan tangannya.

Sementara Hasan Thoha Putra mengingatkan semua pihak agar terus menjaga gerakan ini dengan niat bersih dan ikhlas. Karena menurutnya, banyak gerakan yang muncul hanya sesaat dan kemudian hilang karena tidak ada keihklasan didalamnya. “Saya pribadi akan menjaga Pak Heppy dan timnya dengan cara selalu mengkritik jika ada penyimpangan. Saya tidak ingin melemahkan beliau dengan pujian-pujian karena banyak orang akan semakin kuat dengan kritik tetapi hanya sedikit yang bisa bertahan dengan pujian,” kata Hasan dengan serius. Hasan juga meminta agar gerakan ini dijalankan dengan istiqomah.

Pertemuan para tokoh dan Pengusaha Semarang ini digagas oleh Pengurus IIBF Wilayah Jawa Tengah sebagai bagian dari rangkaian Pra Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia di Solo 22-26 Juni 2011. Selain pengusaha dan birokrat, hadir beberapa pejabat perbankan di Semarang. Acara berkakhir pukul 22.30 wib dengan satu komitmen untuk mendukung Gerakan Beli Indonesia. (AA)

Ekonomi Indonesia Bergerak Ke Arah Kapitalisme - Liberal

Solo, 23/06/2011. Dalam sistem kapitalisme negara tidak campur tangan dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sementara dalam sistem liberal salah satu indikatornya adalah banyaknya asset-aset strategis negara yang dijual bebas kepada pihak asing. “Kedua ciri-ciri ideologi itu ada dalam sistem ekonomi Indonesia saat ini,” ungkap DR. IR. H. Dwi Condro Triono, MAg, Ahli Ekonomi Makro dari lajnah khusus intelektual HTI. Dwi mengungkapkan hal itu di depan peserta talkshow di arena Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia, (KKEI) Solo, Jateng. Negara saat ini membiarkan masyarakat bertarung bebas dengan pelaku ekonomi dari negara lain tanpa memberikan proteksi. Bahkan ada kesan memihak kepada para pemain asing melalui beberapa keputusan menteri . “Pasar bebas yang diterapkan hari ini ibarat pertandingan tinju tanpa kelas. Seorang petinju kelas bulu dimasukkan dalam satu ring dengan petinju kelas berat tanpa wasit lagi, “ Dwi mengilustrasikan. Maka Dwi mengaku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengah nasib bangsa ini di tahun 2015 ketika pasar bebas regional Asia sudah berlaku. Dan semakin tidak terbayangkan seperti apa Indonesia di tahun 2020 ketika pasar bebas dunia sudah berjalan efektif.

Dalam ekonomi, menurut Dwi ada hukum yang berlaku yakni barang itu akan dibeli oleh konsumen jika barang itu memiliki kulaitas yang bagus dan harganya rendah. Namun di Indonesia yang terjadi sebaliknya, banyak barang-barang dari luar yang kualitasnya buruk, mengandung racun berhaya dan harganya tinggi tetapi sangat laku dibeli konsumen. “Ini ada yang tidak beres dalam ekonomi makro Indonesia saat ini,” jelas Dwi. Kebijakan-kebijakan ekonomi makro Indonesia hari ini tidak memiliki arah yang jelas dan sangat kentara adanya intervensi pihak asing. Intervensi dan tidak adanya prinsip yang jelas itulah yang membuat Indonesia hari ini dalam keadaan terjajah kehidupannya karena pasarnya sudah tercaplok asing. Perilaku pasar dalam negeri sangat berkait erat dengan kebijakan makro negara itu. Dan yang paling berperan dalam membuat kebijakan makro ekonomi adalah pemerintah sebagai regulator yang mengatur tentang keluar masuk barang dari dank e luar negeri. Maka ketika ada penyimpangan dalam perilaku konsumen Indonesia yang berlawanan dengan hukum ekonomi itu adalah indikasi bahwa ada yang tidak beres dalam pemerintah kita hari ini dalam mengelola ekonomi.

Presiden IIBF, Heppy Treggono yang menjadi pembicara dalam forum yang sama menegaskan bahwa ketidakberesan dalam makro ekonomi Indonesia saat ini karena kita tidak piawai secara ekonomi. Padahal menurut Heppy permainan kehdiupan itu adalah permainan ekonomi . Apapun isu yang dikeluarkan oleh negara-negara kuat termasuk aksi militernya terhadap negara lain adalah untuk mendukung kebijakan ekonominya. “Globalisasi ekonomi, demokrasi, hak azazi manusia itu bukan isu murni tanpa agenda ekonomi di belakanyanya. Karena faktanya negara yang paling keras suaranya menyuarakan isu-isu itu adalah yang paling banyak melanggar,” ungkap Heppy. Mengapa Indonesia tidak piawai dalam permainan ekonomi? Karena di Indonesia terjadi kekurangan mindset kewirausahaan (entrepreneurship) di semua lini. Entrepereneurship itu, lanjut Heppy tidak hanya dibutuhkan oleh pengusaha saja tetapi oleh semua orang terlebih-lebih para pemimpin. Maka ketika negara tidak dikelola secara entrepreneur maka negara itu akan mengalami masalah terutama ekonominya. “Bagaimana bisa terjadi bahan-bahan baku yang berasal dari Indonesia yang dijual dengan harga murah dan masuk kembali ke Indonesia menjadi barang jadi dengan harga yang berpuluh-puluh kali lipat,” kata Heppy . Bahkan menurutnya, banyak barang yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia kemudian hanya diberi merek oleh negara lain dijual di pasar Indonesia dengan harga yang berlipat- lipat. Itu bisa terjadi di Indonesia karena kita tidak piawai dalam permainan ekonomi dan hanya menjadi obyek dan sasaran permainan orang lain. Heppy mengkhawatirkan jika hal ini terus dibiarkan akan terjadai masalah sosial yang serius sebagai akibat lanjut dari masalah ekonomi .

Di bagian lain, Dwi Cahyo mengungkapkan, bahwa hari ini ada kesadaran global akan adanya ketidakadilan ekonomi dunia. Amerika sebagai satu-satunya negara yang boleh mencetak uang dan menjualnya ke seluruh dunia. “Uang dollar itu kan kertas yang ongkos cetaknya haya $ 4 sen per lembarnya. Dan dengan kertas itu dia bisa menguasai kekayaan negara lain. Dengan kertas itu dia bisa mengambil sebanyak-banyaknya kekayaan negara lain. Barang-barang tambang milik Indonesia hanya ditukar dengan kertas,” kata Dwi. Dalam pertemuan G20 di Francis Mei 2011 mulai ada penjajakan sistem ekonomi yang tahan goncangan karena sistem yang mereka anut selama ini ternyata selalu mengalami krisis dalam periodik tertentu. Mulai ada ketidakpercayaan terhadap sistem kapitalis dan liberalisme ekonomi. Maka Dwi mengatakan sangat heran kepada Indonesia yang justru menggiring ekonominya ke dalam sistem yang di negara asalnya sendiri sudah tidak dipercaya. (AA)

Pedagang Kecil Itu Juga Investor

Solo, 24/06/2011. Ada kesalahan pemahaman umum yang terjadi di Indonesia saat ini terhadap pengertian investor. Investor itu selalu identik dengan asing. Kesalahan ini kemudian menjadi kesalahan lanjutan tentang investasi di Indonesia. Wilayah-wilayah yang seharusnya tidak boleh diberikan kepada asing justru hari ini telah dikuasai asing. “Tambang itu tidak boleh dimasuki asing, bank-bank tidak boleh asing. Tetapi hari ini 76% tambang di Indonesia sudah asing, 50,2% bank-bank nasional sudah dikuasai asing,” kata Joko Widodo, Walikota Solo di forum Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI), Solo, Jum’at petang.

Cara pandang seperti ini juga yang memunculkan sikap memusuhi pedagang kecil dan pedagang kaki lima karena dianggap mengganggu ketertiban dan keindahan kota. Penggusuran pedagang kecil sering dilakukan di berbagai kota di Indonesia dan sudah menjadi hal biasa. “Tetapi sejak 6 tahun terakhir hal semacam itu tidak akan pernah terjadi di Solo,” ungkap Joko. Pedagang kecil dan pedagang kaki lima itu menurut Joko juga adalah investor yang harus diperlakukan sama dengan pelaku ekonomi besar. Maka ketika menjadi walikota Joko Wi langsung menolak permintaan Kepala Satpol PP untuk disediakan 600 pentungan dan 600 tameng. “Besok tameng dan pentungan yang masih ada masukkan ke dalam gudang dan kunci. Jangan pernah mengeluarkannya selama saya menjadi walikota,” katanya kepada Kepala Satpol PP itu.

Joko menceritakan, 6 tahun menjadi walikota dia sudah membangun 15 pasar dan memindahkan 23 lokasi pedagang kaki lima. Dia tetap berprinsip bahwa pedagang kaki lima itu adalah pelaku ekonomi yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekeonomian daerah. Masalahnya, keberadaan mereka sering tidak diakui dan tidak diatur. Joko mengaku memang tidak menata pedagang kaki lima di kota Solo karena seringnya terjadi konflik antara pedagang dengan pemerintah kota. Ketika pertama kali menjadi walikota dan melihat kawasan kaki lima di Banjarsari, Joko sudah disambut dengan spanduk-spanduk yang bernada perlawanan. Joko kemudian mengundang 40 paguyuban pedagang kaki lima di Banjarsari untuk makan malam bersama. Suasana tegang masih sangat terasa karena para pedagang sudah ancang-ancang menyiapkan pertanyaan dan jawaban jika terjadi dialog. “Tapi setelah selesai makan saya tidak tanya apa-apa dan acara ditutup. Mereka bertanya kok enggak ada apa-apanya ini pak?” kisah Joko Wi. “Tidak, saya hanya mengundang makan saja,” kata Joko mengenang. Seminggu setelah itu diundang lagi makan siang ke kantor walikota dan mereka diperlakukan sama seperti para pengusaha besar. Tidak ada dialog, dan acara kembali ditutup begitu setelah makan selesai.

Setelah 53 kali diundang makan, para pedagang dikumpul semua. “Saya ingin memindahkan lokasi Banjarsari ke lokasi yang lebih baik,” kata Joko Wi. Para pedagnag itu diam dan tidak memberi reaksi apa-apa. Joko sebenarnya hanya ingin mengetahui apa yang mereka rasakan, mereka takutkan dan apa yang mereka inginkan. Pedagang minta jalan diperlebar dan 9 trayek angkutan kota harus melalui kawasan yang baru. “Mereka itu khawatir jika tidak ada pembeli dan dagangannya sepi,” ungkap Joko. Maka kepada para pedagang, Joko mengatakan akan mengiklankan di TV lokal selama 4 bulan, iklan koran selama 4 bulan dan pemasangan spanduk dan baliho selama 4 bulan. Akhirnya pedagang menerima dan bersedia pindah dengan merobohkan sendiri tenda dan lapak-lapaknya. “Saat pindah mereka diarak dengan kereta kuda dan dibuat seperti arak-arakan festival. Saya kira tidak ada pemindahan kaki lima seperti di Solo ini,” kata Joko bangga. Pedagang yang menempati kios-kios itu diberikan secara gratis dan hanya dikenakan membayar restribusi Rp. 2.500 per hari.

Mengapa pedagang kaki lima itu selalu mengambil tempat public? Menurut Joko, selama ini mereka tidak pernah diberi tempat yang layak untuk berdagang. Dan selama ini para pedagang tidak pernah ditunjukkan apa yang benar. Di tangan seorang Joko Wi, pedagang kaki lima tidak hanya ditempatkan di tempat yang layak tetapi juga diberikan pelatihan kewirausahaan, bagaimana mengelola keuangan, menyusun laporan, dan mengelola usahanya. Joko membatasi berdirinya mal-mal dan super market di kota Solo. “Jika pasar-pasar tradisional dibunuh dan diganti dengan mal-mal besar millik para pemodal besar, lantas pembangunan ini untuk siapa?” kata Joko dengan nada tanya.

Pasar dan terminal yang sering dianggap sebagai tempat yang kumuh dan rawan dengan premanisme, di tangan seorang Joko Wi menjadi lebih ramah dan bersahabat. Untuk tujuan itu, Joko Wi kemudian mengganti Kepala Satpol PP dan kepala terminal kota Solo dengan petugas perempuan. Joko mengatakan tidak ingin membuat Solo seperti Jakarta. Jakarta yang pernah memiliki 84 pasar tradisional hari ini tinggal 23 unit saja. Yang lainnya sudah berubah menjadi mal-mal, tempat yang membuat warga hidup sangat konsumtif dan juga tidak ramah dengan para pengusah kecil dan menengah. (AA)

Kunci Kemandirian Itu Adalah Karakter

Solo, 24/06/2011. Mandiri itu akan membuat hidup lebih tenang dan bahagia tanpa merasa ketergantungan dengan orang lain. Ini berlaku buat orang per orang. lembaga, organisasi maupun negara. Dan kunci kemandirian itu adalah sumber daya manusia yang memiliki karakter unggul. Sebuah negara tidak akan pernah menjadi negara mandiri jika manusia-manusia di dalamnya berkarakter buruk. “ Maka jika Indonesia ingin menjadi negara yang mandiri dan berprestasi yang harus dibangun pertama kali adalah sumber daya manusia yang berkarakter unggul,” kata KH. Syukri Zarksyi, Pimpinan Pondok Modern Gontor, di depan peserta talkshow di arena Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI), Solo, Jawa Tengah, Jum’at siang. KH. Syukri mengatakan, Indonesia hari ini berada di peringkat 112 negara-negara dunia karena memiliki SDM yang berkualitas rendah.

Bagaimana cara membangun SDM yang berkarakter itu? KH. Syukri mengatakan dengan cara melalui pendidikan. Di dalam pendidikan mengandung beberapa aspek , yakni; pengajaran atau pembelajaran, penugasan, pengarahan, pembiasaan, pelatihan dan uswatun hasanan atau keteladanan. Salah satu kesulitan terbesar kita membangun karakter bangsa sat ini, kata KH. Syukri. Adalah sedikitnya keteladanan dari para pemimpin. “Bagaimana dan apa yang akan dicontoh oleh anak-anak kita jika setiap hari yang ditampilkan di televisi adalah berita buruk semua,” ungkap KH. Syukri. Korupsi seolah-olah hal biasa yang hampir menjadi cara hidup sebagian pejabat. Televisi , menurut KH Syukri, hanya menyampaikan sesuatu yang orang ingin tahu tetapi tidak menyampaikan apa yang orang harus tahu. Dan hal ini akan menjadi hal yang kontraproduktif dengan semangat membangun karakter. “Bagaimana bisa kita membangun karakter jika para pemimpin sudah dicaci dan dicemooh di depan publik. Simbol-simbol negara sudah diejek-ejek, enggak bisa itu,” KH. Syukri menyesalkan.

Mendidik orang menurut KH Syukri, perlu kelenturan tetapi juga tegas dan disiplin. Disiplin harus ditegakkan dalam proses pendidikan. Tanpa pendidikan yang baik akan sulit melahirkan sumber daya manusia berkualitas. SDM yang berkarakter itu adalah mereka yang jujur, amanah, sabar, sungguh-sungguh, profesional dan kerja keras. Kerja keras, ungkap KH. Syukri memang belum tentu berhasil, tetapi ada hal lain yang berubah dalam diri seorang yang bekerja keras, yakni kemampuan diri yang meningkat, ilmu yang bertambah, kesabaran yang terasah, kekuatan berfikir dan lain-lain.

Bagaimana kekuatan sebuah kemandirian? KH. Syukri memberi contoh pesanteren Gontor yang dipimpinnya saat ini. Santri yang belajar di Gontor ada 4.700 santri yang sedang belajar. Para santri tidak boleh jajan atau belanja ke luar pondok. Untuk jajan santri pihak pondok bekerja sama dengan warga sekitar. Dari jajan ini pondok mendapat keuntungan 30 jt/ bulan. Untuk kebutuhan beras pondok membangun penggilingan sendiri karena pondok membutuhkan 6 ton beras per hari. Pondok juga membangun toko bangunan yang dapat meraih laba sebesar Rp. 500 juta per tahun. Percetakan memperoleh 1 miliar per tahun. “Hari ini ada 18.000 santri yang mondok di Gontor di 16 cabang Gontor di seluruh Indonesia. Semua kebutuhan dipenuhi sendiri. Gontor itu disebut modern bukan karena pelajarannya tetapi pengelolaannya yang fokus pada pembangunan karakter para santri, “ ungkap KH. Syukri.

“Ada yang bilang, kalau sudah begitu enak dong kiyainya tinggal ambil saja kalau perlu uang. Tidak, saya tidak pernah mengambil uang dari hasil pondok. Prinsipnya kemandirian, kyai punya usaha sendiri di luar usaha yang dimiliki pondok. Saya ini khan ngurus pondok, ngurus agamanya Allah maka urusan saya Allah yang akan mengurusinya,” kata KH. Syukri disambut tepuk tangan para hadirin. KH. Syukri menjelaskan bahwa apa yang diajarkan kepada para santri adalah kemandirian. Mandiri yang bisa membangun kemadirian, Berjuang yang bisa memperjuangakan, Hidup yang bisa menghhidupi.

Usai memberikan ceramahnya, KH Syukri bersama Presiden IIBF, Heppy Trenggono berkeliling ke semua stand ekspo di sekitar arena kongres. “Kapan kita adakan acara seperti ini di Gontor , Pak Heppy?” tanyanya. “Segera Kyai, setelah lebaran insya Allah kita akan wujudkan di Gontor,” jawab Heppy. Kepada Heppy Trenggono KH. Syukri minta berbicara di depan para santri dan Asatiz pondok Gontor untuk menjelaskan tentang Gerakan Beli Indonesia. Setelah berisitirahat sejenak KH Syukri dan rombongan berlalu menuju ke LP Surakarta untuk memberi khutbah Jum’at untuk para narapida di lembaga pemasyarakatan itu. Usai sholat rombongan balik kembali ke Gontor , Ponorogo, Jawa Timur. (AA)

3 Atribut Seorang Pemimpin

Cipanas 13/07/2011. Memimpin itu adalah fardlu ‘ain, karena semua orang dilahirkan sebagai seorang pemimpin. Dalam bentuk yang paling kecil sesorang harus memimpin diri sendiri. Memimpin tidak sama dengan menjabat. Karena ternyata banyak orang yang menjabat tetapi tidak memimpin. Sebaliknya tidak sedikit orang yang tidak memiliki jabatan apa-apa tetapi dia memimpin banyak orang. Mengapa? karena orang tersebut memiliki karakter sebagai seorang pemimpin. “Seorang kyai atau ulama tidak memiliki jabatan formal apa-apa tetapi dia memimpin banyak orang di sekelilingnya, “kata Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono di depan 67 orang ulama dan ustadz. Ulama dan ustadz itu adalah peserta Workshop Kebangsaan yang diselenggarakan oleh majelis zikir “Assamawat” di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, yang berlangsung tanggal 12 - 13 Juli.
Menurut Heppy, ada tiga atribut yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin jika ingin kepemimpinannya dapat berjalan efektif dan benar. Pertama Leadership, yakni karakter seorang pemimpin. Atribut ini akan membuat seorang pemimpin di dengar ucapannya, diikuti perintahnya dan ditiru oleh orang-orang yang dipimpinnya. “Seorang pemimpin itu harus bisa menjadi contoh untuk orang yang dipimpinnya. Karena itu menjadi pemimpin itu bukan pekerjaan paroh waktu tetapi sepanjang waktu,” kata Heppy. Seorang pemimpin sering tidak diikuti perintahnya karena perbuatannya tidak mencerminkan apa yang dikatakannya. Orang lain, kata Heppy, bisa mendengar ucapannya tetapi dalam waktu yang sama melihat apa yang diperbuatnya. Tanpa leadership seorang pemimpin tidak akan bisa menggerakkan orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan tidak akan berjalan tanpa ada ketaatan. Pemimpin yang ditaati adalah pemimpin yang diikuti dengan keridhoan oleh orang yang dipimpinnya. Dan tugas utama seorang pemimpin itu adalah membentuk karakter orang yang dipimpinnya.

Kedua, Entreprenurship atau jiwa wirausaha. Atribut ini berguna untuk membangun kesejahteraan. Entrepreneurship bukanlah atribut yang hanya dimiliki oleh para pengusaha tetapi oleh semua orang terlebih-lebih seorang pemimpin. Tanpa entrepreneurship seseorang tidak bisa mengelola kekayaannya. Negara-negara hebat di dunia saat ini adalah negara-negara yang dibangun dan dipimpin oleh seorang yang memiliki jiwa entrepreneurship. “China tidak akan bisa menjadi seperti hari ini jika Deng Xiao Phing tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Singapura juga tidak akan seperti sekarang jika Lee Kwan Yew tidak memiliki mindset entrepreneurship,” jelas Heppy. Heppy menambahkan permainan dunia ini sesungguhya adalah permainan ekonomi. Sedangkan yang lain-lain seperti politik dan militer adalah permainan yang digunakan untuk menunjang tujuan ekonomi. Maka jika seorang pemimpin tidak memiliki kecerdasan ekonomi maka hampir dipastikan bangsa yang dipimpinnya akan menjadi bangsa miskin. “Negaranya boleh jadi adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam tetapi bangsanya menjadi bangsa miskin karena pemimpinnya yang tidak cerdas ekonomi,” ungkap Heppy. Sebaliknya, kata Heppy banyak negara di dunia yang tidak memiliki banyak sumber alam tapi menjadi bangsa hebat dan jaya karena pemimpinnya yang cerdas mengelola kekayaan.

Ketiga, Spiritualitas. Atribut ini akan mengarahkan kemana kekuasaan dan kekayaan akan diarahkan. Seorang pemimpin yang memiliki spiritual tinggi tidak akan terjebak pada kekuasaan dan kekayaan yang ada di sekitarnya. Karena dia tahu semua itu adalah alat untuk mengabdi kepada Tuhannya. Semata-mata hanya sarana bukan tujuan hidup itu sendiri. “Kekuasaan dan kekayaan di tangan seorang pemimpin yang tidak memiliki spiritalitas akan menjadi mesin penghancur buat kemanusiaan. Banyak dalam sejarah tentang pemimpin-pemimpin besar yang menjadi monster buat orang lain karena tidak memiliki spiritualitas,” ungkap Heppy. Spiritualitas ini, kata Heppy yang akan membentuk karakter unggul pada seorang pemimpin. Dan jika seorang pemimpin tidak dengan sadar membangun karakter unggul maka secara tidak sadar pula dia sedang membangun karakter buruk. Heppy menegaskan hanya seorang pemimpin yang memiliki karakter unggul, jiwa wirausaha dan leadership kuat yang dapat membawa bangsanya menjadi bangsa besar, jaya, berprestasi dan disegani.

Dalam kesempatan yang sama, pemimpin majelis zikir “Assamawat”, KH. Saadih Al-Batawi menegaskan tiga atribut itu juga harus dimiliki oleh para ulama dan ustadz, terutama entrepreneurship. Menurutnya, hari ini tidak sedikit ulama atau ustadz yang mencari hidup dari jemaahnya. “Bagaimana ajaran mau berkah dan jemaah dapat hidayah kalau ustadz yang ngajarinnya adalah ustad proposal,” katanya dengan logat Betawi. KH. Saadih mencontohkan tentang perjalanan walisongo yang membangun ummat di tanah Jawa. Para wali itu rata-rata adalah pebisnis yang berhasil dan dengan bisnisnya itu membangun ummat. Kyai yang dikenal sebagai ahli pengobatan ini, juga menegaskan kepada para peserta workshop untuk tidak mencari hidup di dalam jemaahnya namun bagaimana membangun kehidupan ekonomi jemaah. “Kalo ente tidak faham ekonomi bagaimana membangun ummat, ntar yang terjadi malah ente nyari idup dari ummat,” katanya tegas. Kyai Saadih di kalangan jemaah dan warga di sekitar tempat tinggalnya dikenal sebagai kyai yang gemar membagi uang kepada orang miskin. Bahkan orang yang berobat kepadanya kerap diberi uang untuk ongkos taksi.

Sementara itu, project officer workshop, Ustadz Helmy Jatnika mengungkapkan workshop ini bertujuan untuk memberi wawasan kepada para ulama dan ustadz tentang wawasan kebangsaan dan ekonomi. Karena dalam sejarah para ulama yang membangun negara ini adalah orang yang memiliki kecerdasan ekonomi dan semangat membela bangsanya. “Jangan sampai ulama dan ustadz kita alergi bicara uang dan tidak faham ekonomi. Padahal mereka ini yang berhadapan dengan ummat setiap hari,” kata Helmy. Setelah ini, lanjut Helmy pihaknya akan mengadakan workshop untuk para ustadz dan ulama khusus tentang ilmu membangun kekayaan. Helmy mengatakan sudah berbicara langsung dengan Presiden IIBF yang juga Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono. “Pak Heppy sangat setuju dan meminta untuk membicarakan hal teknis dengan tim IIBF,” ungkap Helmy. Helmy mengatakan “Assamawat” memiliki ribuan jemaah dan ke depan akan membangun pasar dan produk sendiri yang akan dipasarkan di internal dan juga untuk masyarakat umum. (AA)

Aparat Harus Memiliki Keyakinan dan Kebanggaan

Mampang X, 21/07/2011. Modal dasar seorang polisi dan tentara dalam melaksanakan tugasnya adalah keyakinan dan kebanggaan. Yakin bahwa tugas yang diembannya adalah tugas mulia yang diberikan negara kepadanya. Mulia itu tidak hanya dimata manusia tetapi jauh lebih dari itu adalah mulia di mata Tuhannya. Meyakini bahwa tugas itu bagian dari pengabdian kemanusiaan, pengabdian kepada negara dan pengabdian kepada Tuhan. Selain itu, seorang bhayangkara atau prajurit harus memiliki kebanggaan, kebanggaan kepada korp, kebanggaan kepada tugas dan kebanggaan kepada negaranya. Tanpa dua hal itu, maka dalam melakukan tugasnya parajurit akan bimbang dan tidak memiliki kekuatan. Pernyataan ini disampaikan Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Ir. H. Heppy Trenggono, MKom di rumahnya saat menerima kunjungan Kapolsek Mampang Prapatan , Kompol Siswono dan jajarannya, Kamis malam. Kapolsek tiba bersama empat orang anak buahnya sekitar pk. 20.00 wib.

“Masalahnya bagaimana polisi dan tentara kita bisa memiliki kebanggaan jika yang kita bicarakan hari ini adalah peralatan bekas dari negara lain? Atau hibah kapal bekas dari negara yang jauh lebih kecil dari Indonesia?” kata Heppy dengan nada tanya. Mengapa itu bisa terjadi? karena kita sudah tidak mampu lagi membeli peralatan baru karena negara kesulitan anggaran. Apa yang bisa kita lakukan dengan anggaran 1.200 Truliyun di negara seluas 2 juta km persegi dengan penduduk 240 juta jiwa. Sebagian besar anggaran digunakan untuk konsumsi dan bayar hutang. Itu belum termasuk yang hilang karena korupsi. Makanya infra struktur tidak banyak yang dibangun, jalan-jalan tidak banyak yang nambah, rel kereta api semakin menyusut, pelabuhan tidak tumbuh secara berarti. “Dibutuhkan puluhan ribu triliyun untuk membangun negara sebesar ini,” kata Heppy. Negara ini juga harus dijaga oleh angkatan bersenjata yang kuat untuk menangkal ancaman dari luar. Angkatan perang yang kuat adalah angkatan yang memiiiki keyakinan dan kebanggaan yang didukung oleh peralatan dan senjata yang baik.

Menanggapi pertanyaan Kompol Siswono tentang penyebab ketidakmampuan negara untuk memperbesar anggaran polisi dan TNI, Heppy menegaskan bahwa ada masalah serius dalam ekonomi Indonesia, yakni Indonesia tidak bisa membangun kekayaannya. “Hari ini kita sudah menjadi bangsa miskin,” kata Heppy. Menurut Heppy banyak indikasi yang menunjukkan bahwa Indonesia saat ini telah menjadi bangsa miskin. Yang paling mencolok itu adalah APBN kita yang sangat kecil Rp 1.200 triliyun yang sangat tidak sebanding dengan ratio luas wilayah dan jumlah penduduk negara ini. Akibatnya pendidikan tidak bisa lagi disubsidi dan kampus harus mencari biaya sendiri. “Otonomi kampus itu adalah bahasa lain pengurangan subsidi karena negara sudah tidak punya duit,” ungkap Heppy. Tingginya angka pengangguran dan berbondong-bondongnya anak negeri ini mencari pekerjaan ke luar negeri karena mereka sulit mencari penghidupan di dalam negeri. Karena apa? karena negara tidak bisa menyediakan lapangan kerja buat mereka. Pengangguran sudah meluas ke berbagai lapisan bahkan menimpa mereka yang berpendidikan tinggi.

“Tapi negara ini kan kaya, Pak?” sela salah seorang anggota. “Betul negara kita kaya dan penduduk kita terbesar keempat dunia, tetapi kekayaan negara dan jumlah pendududuk yang besar itu belum menjadi alat dan strategi untuk kejayaan bangsa sendiri malah menjadi alat dan strategi bangsa lain untuk memperkaya negeri dan bangsanya,” jawab Heppy. Pendduduk kita, kata Heppy telah menjadi pasar untuk produk bangsa lain dengan membanjirnya berbagai produk luar ke dalam negeri. Demikian juga sumber daya alam kita telah dikuasai oleh perusahaan asing. Namun atas nama investasi kita menyerahkan banyak hal kepada asing yang seharusnya tidak boleh kita serahkan. Maka Apa yang kita bangun dan kita bela dalam situasi seperti ini? Kejayaan ekonomi? Kesejahteraan? Tidak jelas!

“Mengapa bisa terjadi seperti itu, pak?” tanya anggota tadi penasaran. “Karena kita tidak cerdas dalam ekonomi,” jawab Heppy tegas. Sejatinya, lanjut Heppy, dunia ini adalah permainan ekonomi. Maka siapa yang menguasai ekonomi maka dia menguasai dunia. Kita terpuruk seperti hari ini karena kita tidak menguasai ilmu kehidupan itu sendiri, yakni ekonomi. Maka negara kita menjadi bulan-bulanan orang lain. Pasar kita dikuasai melalui ACFTA atau pasar bebas yang kita pikir pasti baik dan menguntungkan . Aset-aset kita dikuasai melalui privatisasi yang digambarkan seolah-olah sangat baik buat rakyat dan negara kita. Namun ternyata semua itu tak lebih sebagai sebuah cara untuk menguasai pasar dan asset-aset strategis kita. Celakanya, kita mengikuti dan melayani permainan itu, bukan karena kita lebih unggul dalam permainan tetapi karena tidak faham.

“Bagaimana cara untuk menghentikan semua itu, pak?” tanya anggota tadi lagi. Anggota yang berpakaian sipil itu terlihat sangat antusias. Sebelumnya dia hanya mondar- mandir mengambil gambar komandannya yang sedang berbincang dengan Presiden IIBF itu. “Paling tidak ada lima hal yang harus dilakukan untuk mengembalikan kejayaan ekonomi kita. Empat hal diantaranya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah seperti membangun infrastruktur, menjaga kurs, membangun budaya hidup murah, produksi massif,” ungkap Heppy. Tetapi ada satu hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja yakni pembelaan terhadap produk negeri sendiri dengan cara membeli dan memakai produk-produk yang dibuat oleh anak bangsa sendiri. Maka mulailah dengan diri sendiri yang ditularkan ke orang-orang terdekat. Dengan demikian maka industry akan tumbuh. Industri tumbuh lapangan pekerjaan banyak tersedia. Lapangan pekerjaan berarti penghidupan. Maka pelan-pelan ekonomi negara akan terangkat yang dimulai dengan bertumbuhnya ekonomi masyarakat.

Jam dinding di ruang tamu itu sudah menunjukkan pukul 22.36 wib ketika Kompol Siswono dan anak buahnya pamit. Kunjungan itu adalah kunjungan pertama Kompol Siswono sejak bertugas di kepolision sektor Mampang Prapatan. Sebuah kegiatan yang rutin dilakukannya setiap kali bertugas di tempat yang baru, anjangsana ke tokoh-tokoh masyarakat setempat. (AA)

Kaya itu adalah Sebuah Mentalitas

Jakarta, 28/07/2011. Miskin atau kaya itu bukanlah keadaan atau kondisi yang sudah given pada diri seseorang tetapi adalah mentalitas. Orang yang bermentalitas kaya tidak akan pernah meminta sedekah meskipun dia kekurangan. Sebaliknya orang yang bermental miskin senantiasa merasa kurang meskipun dia dalam keadaan berlimpah materi. Itulah poin yang disampaikan Presiden IIBF, Ir. H. Heppy Trenggono, MKom, ketika memberi motivasi kepada 257 orang pengusaha mikro, Kamis siang di Hotel Nikko, Jakarta. Acara yang bertajuk Dhuafa Bangkit itu diselenggarakan oleh Mizan Amanah, lembaga pengelola zakat yang salah satu programnya membangkitkan pengusaha dari kalangan tidak mampu. “Jangan pernah menyebut dari anda dhuafa’ karena kalau itu kata-kata itu menjadi identitas maka akan begitulah akhir hidup anda. Lagi pula mana ada dhuafa’ masuk ke hotel mewah seperti ini,” kata Heppy yang disambut tepuk tangan peserta.

Rosulullah SAW, adalah contoh pribadi kaya. Bagaimana dia selalu bersedekah dan membantu orang lain dalam keadaan apapun. Bahkan rela menahan laparnya demi memberi makan kepada orang lain. Orang kaya dan orang miskin itu menurut Heppy sebenarnya sama saja. Yang membedakannya adalah cara berfikir dan cara bermainnya saja. Soal hutang misalnya, orang kaya dan orang miskin sama-sama memiliki hutang. “Bedanya, orang kaya hutangnya banyak dan orang miskin hutangnya sedikit,” kata Heppy. Bedanya yang kedua, orang kaya berhutang untuk modal atau investasi sedangkan orang miskin berhutang untuk makan. Terhadap hutangnya itu, dan menjadi beda yang ketiga, orang kaya dapat membayar hutang-hutangnya sedangkan orang miskin tidak bisa melunasi hutang yang sedikit itu.

“Diilihat dari perspektif ini Indonesia lebih mirip ciri orang miskin apa ciri orang kaya kaya?” tanya Heppy. “Miskin…” jawab para peserta ini serentak. Maka, kata Heppy, hutang Rp. 1.700 Triliyun tidak lunas-lunas sejak jaman nenek moyang kita sampai hari ini karena jumlah itu banyak buat Indonesia. Padahal jumlah itu tidak ada apa-apanya untuk negara sebesar ini. Demikian juga APBN Rp. 1.200 trilyun itu habis untuk makan dan bayar hutang saja. “Karena begitulah cara bermainnya orang miskin,” ungkap Heppy. Untuk pembangunan tidak usah ditanya, pasti tidak ada uangnya karena kita bermain kecil dan takut dengan angka besar. Padahal untuk membangun negara sebesar ini perlu puluhan ribu triliyun, angka yang sama sekali tidak terbayang oleh orang miskin. Mengapa tidak terbayang? Karena tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya. Bagi orang kaya angka besar itu biasa-biasa dan sederhana saja karena mereka tahu cara mendapatkannya. Karena orang kaya adalah orang yang memiliki kecerdasan ekonomi. Cerdas ekonomi artinya piawai membangun dan mengelola kekayaan.

Dalam sesi tanya jawab seorang peserta yang mengaku bernama Hans asal Jakarta Selatan mengangkat tanga dan bertanya. “Pak Heppy, apa pendapat anda tentang modal? Dan mengapa anda tidak memberi modal untuk orang-orang seperti kami dalam membangun ekonomi ummat?” Menanggapi pertanyaan ini Heppy menjelaskan bahwa modal itu adalah hal yang penting dalam membangun bisnis tetapi bukan sesuatu yang paling penting. Modal juga tidak berarti selalu materi. “Modal adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat bisnis kita matang. Jika bisnis itu masakan maka modal itu adalah api yang mematangkan masakan itu. Maka dia tidak termasuk dalam resep,” ungkap Heppy. Maka jika modal terlalu kecil maka masakan tidak matang, sebaliknya modal yang terlalu besar akan membuat bisnis terbakar. Menanggapi soal membangun ummat dengan modal, Heppy menegaskan harus dibedakan antara membangun dan sedekah. Di IIBF, kata Heppy sedekah menjadi bahasa sehari-hari seorang pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Mereka diajarkan untuk mengeluarkan minimal 10% dari keuntungan yang dialokasikan untuk sedekah. “Tetapi membangun adalah hal yang berbeda dengan giving atau sedekah,” jelas Heppy. Membangun atau membina seorang pengusaha, yang dibangun adalah kompentensi dan karakter seorang pebisnis. Salah satu karakter pengusaha adalah disiplin dalam memberi kepada yang membutuhkan bukan meminta-minta.

Heppy mengakhiri ceramahnya dengan permintaan kepada semua hadirin untuk tidak menyebut dirinya seorang dhua’afa, karena sebutan itu akan menjadi identitas yang akan menentukan apa dan bagaimana akhir dari kehidupan kita. “Dhu’afa itu harus kita rasakan ketika kita sedang berdo’a di hadapan Allah SWT, Zat Yang Maha Kaya. Tetapi di hadapan manusia kita harus menjadi orang kaya yang senantiasa memberi dan membantu orang lain,” kata Heppy. Orang yang dapat memberi dengan leluasa adalah orang yang memiliki kekayaan hati dan materi sekaligus. Materi berlimpah tetapi hati atau mental miskin, memberi akan menjadi sesuatu yang sangat berat. Apalagi jika tidak yakin dengan ayat-ayat dan janji-janji Allah. “Karenanya Allah SWT tidak mengukur kehidupan seorang hamba dengan kaya dan miskin tetapi dari lapang dan sempit,” ungkap Heppy mengakhiri . (AA)